Jumat, 10 Agustus 2018

ANTARA CALEG 2019 dan EFEK EKOR JAS

Setelah kemenangan paslon kepala daerah, mulai dari gubernur, bupati dan walikota, apakah memberikan pengaruh pada calon2 legeslatif di pileg 2019,,,?

Disinilah saya menerawang dgn pendekatan teori efek ekor jas pada pemilih di maluku khususnya daerah kei yang cukup fluktuatif utk dipastikan arah voter (pemili) kemana akan berpihak, apakah dengan pendekatan, figur caleg, program, hingga pendekatan kultur, atau pendekatan simbol kekuasaan dalam hal ini kepala daerah yang menang pada pilkada kemarin sebagai hegemoni untuk meretas keberpihakan sikap politik warga terhadap caleg.

Pendekatan sosiologis dan psikologis menempatkan individu sebagai objek yang tidak dapat bertindak bebas karena ditentukan oleh struktur sosial dan aspek psikis atau disebut juga determinan, sementara pilihan rasional menempatkan individu sebagai aspek yang bebas dalam menentukan pilihannya.

Dengan struktur sosial dapat dimanfaatkan dan memudahkan para caleg untuk meraih suara masyarakat, dimana masyarakat yang ada dalam struktur sosial memiliki ikatan kohesi cukup kuat terhadap nilai-nilai yang diyakini selama ini. Sehingga memudahkan para caleg memanfaatkan struktur sosial sebagai suatu kekuatan untuk mendulang suara dari masyarakat.

Sehingga dalam komunikasi politik pemilih sosilogis sangat rentan dengan kesamaan kesamaan dirinya dengan caleg, mulai dari kesamaan kultur, daerah, hingga pada kesamaan keinginan dan stail terutama pada kelompok Y atau kelompok melenial.

Dama halnya dengan pemilih psikologis yang cendrung mengarah pada ideologis, sentimen pemilih tidk terpengaruh pada sejauh mana kecerdasan figur dn bagusnya program, namun lebih pada ideologis yang menjadi indikator pemilih utk menentukan pilihannya.

Biasanya pemilih model ini kebanyakan berasal dari kelompok yang terorganisir, seperti partai politik, kelompok agama yang kritis dan organisasi sejenisnya.

Sementara pemilih rasional lebih pada pertimbangan atau indokator indikator tertentu,, seperti program, kecerdasan figur, sepakterjang caleg, dan indikator rasional lainnya. Nah dalam model rasional kita kenal 4 pemilih yang berdasarkan pada pertimbangan tertentu.

Pemilih yang pertama adalah egosentris, adalah tipe pemilih yang menilai janji2 politik para caleg apakah sesuai dengan kebutuhannya atau tidak, yang kedua adalah pemilih sosiotropik adalah efaluasi pemilih umumnya atas keadaan yang terjadi saat ini, misalnya soal ekonomi dan kesejahtraan sosial.

Pemilih yang ketiga adalah retrospektif adalah pemilih yang memikirkan apa yang suda dilakukan caleg sperti yang dijanjikan. Faktor pemilih berikut adalah prospektif, terkait pemilih memikirkan apakah janji paslon kedepan bisa memperbaiki keadaan sekarang dengan program yang rasional atau tidak.

Dari 3 kategori pemilih tersebut dalam teori coat tail iffect pada pemiluh di daerah kei kita tahu bahwa peran kepala daerah sangat berpengaruh terhadap proses penentuan arah mana voter berpihak kepada caleg yang diusung partai,, terutama partai yang memenangkan konstestasi pilkada 27 Juni kemarin.

Pemilih sososilogis dan ideologis dgn pendekatan coat tail iffect, jika paslon yang memenangkan pilkada kemarin ketika mengibaskan ekor jas maka 40 - 50, maka cukup berpengaruh dengan pendekatan struktur peluang yang ada pada struktur sosial,, Akan tetap tidak berpengaruh dengan pemilih rasional.

Namun pemilih di daerah kei adalah pemilih kultural sangat berpotensi pada segmentasi pada pemilih sosiologis dan pemilih ideologis,, jadi coat tail iffect sangat berpengaruh pada arah pemilih kemana mereka berpihak pada calon yang dekat dengan pemenang kontestasi kemarin.

Sederhana dari coat tail iffect adalah pemilih cendrung berpihak pada kontestan pileg 2019 yang diusung partai yang mendukung paslon yang memenangi pertarungan 27 Juni kemarin. karena kemenangan paslon adalah berasal dari kekuatan simpul simpul dari masing masing caleg dari partai pengusung.

Jadi figur dari kepala daerah memiliki hubungan dengan partai politik pengusung dan caleg yang dekat dengan kepala daerah tentu memiliki simbol penetrasi yang baik pada saat berkampanye. Terutama kepala daerah yang berasal dari partai politik yang diusung yang juga merulakan kader dari partai politik tertentu.

Ini sangat memguntungkan partai politik dan calegnya. Sebab masyarakat yang senang dan suka pada kepala daerah terpilih tentu masyarakat akan suka dengan partai politik dimana kelapa daerah terpilih berasal.

Hal yang sangat menguntukan juga apabilah masyarakat yang suda terpolarisasi pilihan pada pilkada bulan juni kemarin tentu sampai saat ini masih berkesan dengan proses pilkada kemarin, terutama pada isu-isu yang bersifat sensitif bagi masyarakat dan berpengaruh psikologis pemilih tentu masyarakat secara kognitif akan menjadikan sebagai rujukan sikap politknya

Sehingga dari sentimen psikologis pemilih dari suasana pilkada kemarin terus dirawat maka kemungkinan besar sangat berpeluang, artinya mereka masi sama sama memiliki sentimen yang sama dalam kemenangan kemarin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DIES NATALIS GMNI ke 66

REFLEKSI HARI LAHIR GMNI Kita harus berani mengoreksi diri dengan cara menghilangkan praktik-praktik yang mengkhianati prinsip Bhinneka...