ANCAMAN DAN PERANG ASIMETRIS
Dimensi baru dari ancaman terhadap
sistem pertahanan negara adalah ancaman perang asimetris, yang dapat diartikan dari suatu model peperangan yang dikembangkan dari cara yang tidak lazim, dan di luar dari aturan peperangan yang berlaku, dengan spektrum perang yang sangat luas dan mencangkup aspek-aspek astagara (perpaduan antara trigatra-geografi, dan sumberdaya alam, dan pancagatra ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Perang asimetris selalu melibatkan peperangan antara dua aktor atau lebih dengan ciri menonjol dari kekuatan yang tidak seimbang. Ancaman
asimetris dapat dilakukan oleh aktor non-negara dengan dukungan teknologi,
kemampuan finansial yang tinggi, serta kemampuan networking yang luas dan
mendalam. Ancaman non-tradisional (asimetris) terjadi karena ada
ketidak sejajaran antara pihak yang bertikai dimana aktor negara berhadapan
dengan aktor non-negara. Kompleksitas dalam menghadapi ancaman non-tradisional
(asimetris) jauh lebih tinggi dari pada menghadapi ancaman tradisional, karena
gerakan aktor non-negara tidak mengenal batas-batas teri-torial suatu negara
dan dilakukan di bawah tanah. Juga secara formal mereka bukan entitas
yang sejajar dengan negara, sehingga harus dihadapi oleh negara pula.
Komponen yang berisikan ancaman
asimetris pada umumnya adalah terorisme, insurjensi (separatis), operasi
informasi dan ancaman lain yang tidak terdefinisikan. Akumulasi dari
ancaman asimetris dapat menjurus kepada jenis peperangan baru yang
disebut peperangan asimetris, yang dapat di definisikan sebagai aksi kekerasan
yang dilakukan oleh pihak yang berada pada posisi lemah terhadap pihak
yang berada di posisi kuat, dimana penyerang (pihak lemah) dapat berupa aktor
negara atau aktor non-negara, mencoba untuk menghasilkan pengaruh yang mendalam
disemua level peperangan baik taktis maupun strategis dengan mengerahkan
keunggulan yang dimiliki serta memanfaatkan kerawanan-kerawanan atau
mengeksploitasi titik-titik lemah yang ada pada pihak yang lebih kuat (negara).
Definisi lain menyebutkan bahwa
peperangan asimetris adalah aplikasi lain dari strategi, taktik, pedekatan dan
kapabilitas yang digunakan untuk mengaburkan atau meniadakan kekuatan pihak
lawan, sementara pada sisi lain juga memanfaatkan kelemahan pihak lawan. Prinsip
dari ancaman atau perang asimetris adalah penggunaan pendekatan pendekatan
non-tradisional atau yang tidak terantisipasi untuk mengikis kekuatan pihak
lawan dengan mengekploitasi kerawanan-kerawanan yang ada menggunakan cara-cara
atau teknologi yang tidak terduga.
Ancaman asimetris yang terjadi di
negara Indonesia sampai saat ini mengarah kepada fungsi pertahanan
nir-militer NKRI, seperti gerakan / isu insurjensi (separatis), aksi terorisme,
serta ancaman melalui jaringan dunia maya.
Sistem
Pertahanan Militer
Pertahanan negara merupakan segala
usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan
keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman, dengan fungsinya untuk
mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah NKRI dengan segala isinya sebagai
satu kesatuan pertahanan. Dalam pelaksanaannya, konsep pertahanan negara
terdapat 2 (dua) fungsi utama yaitu fungsi pertahanan militer yang di lakukan
oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan tugas melakukan operasi
militer perang dan operasi militer selain perang, dan fungsi pertahanan
nir-militer yang mencakup pemberdayaan seluruh sumber daya nasional yang
meliputi kekuatan pertahanan selain militer (pertahanan sipil).
Sistem
pertahanan negara yang dianut oleh NKRI adalah Sistem Pertahanan Semesta yang
ditetapkan melalui UU No.3/2002 tentang Pertahanan Negara, yang dinyatakan pada
Bab I Pasal 1 ayat 2 sebagai berikut : “Sistem pertahanan negara adalah sistem
pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah,
dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh
pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut
untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap
bangsa dari segala ancaman. ”Pernyataan dari pasal tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa pendayagunaan seluruh komponen negara dilakukan secara
maksimal dalam rangka mempertahankan eksistensi negara terhadap setiap ancaman
yang muncul.
Pertahanan
Nir-Militer
Fungsi pertahanan nir-militer
memiliki peranan dalam menghadapi ancaman terhadap negara ketika kondisi
ancaman masih berupa konflik intensitas rendah, dengan penanganan yang
mengedepankan pendekatan fungsional. Kekuatan pertahanan nir-militer
diwujudkan dalam Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung yang dirancang untuk
menghadapi ancaman militer. Untuk pertahanan nirmiliter dalam konteks
pertahanan sipil dikembangkan oleh masing-masing departemen / lembaga di luar
pertahanan sesuai dengan fungsi masing-masing. Pada
UU No.3/2002 tentang Pertahanan Negara pada Bab I Pasal 1 Ayat 6 dinyatakan
bahwa “Komponen Cadangan adalah unsur yang terdiri atas warga negara yang telah
dilatih, sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan prasarana,
serta wilayah negara yang telah dipersiapkan untuk menjadi pengganda
komponen utama melalui mobilisasi. ”kemudian Komponen Pendukung dinyatakan pada
Bab I Pasal 1 Ayat 7 dengan pernyataan sebagai berikut : “Komponen
pendukung adalah sumber daya nasional yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan.”
Dari definisi di atas dapat
diketahui bahwa fungsi pertahanan nir-militer adalah merupakan fungsi
pertahanan bersifat pencegahan yang dilakukan oleh komponen masyarakat sipil
beserta seluruh sumber daya nasional sesuai dengan sektor keahlian dari tiap-tiap
individu, serta setiap saat dapat dimanfaatkan untuk mendukung fungsi
pertahanan militer dalam menghadapi ancaman yang muncul
Ancaman
Nir-militer
Ancaman nirmiliter pada hakikatnya
adalah ancaman yang menggunakan faktor-faktor nir-militer yang dinilai
mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah
negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman-ancaman terhadap pertahanan
nir-militer tidak berbentuk ancaman fisik secara langsung, sehingga tidak
memungkinkan untuk di tangkal dengan menggunakan kekuatan militer / senjata.
Ancaman nir-militer terhadap sistem pertahanan negara adalah ancaman yang
berdimensi ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi
informasi, dan keselamatan umum.
Ancaman berdimensi
ideologi adalah ancaman yang berusaha menggunakan atau memasukkan ideologi
lain selain ideologi pancasila ke dalam faham pemikiran masyarakat umum,
hal ini terlihat pada gerakan kelompok radikal yag ada di indonesia. Motif yang
melatarbelakangi gerakan-gerakan tersebut dapat berupa dalih agama,
etnik, atau kepentingan rakyat. sampai saat ini masih terdapat unsur-unsur radikalisme yang menggunakan
atribut keagamaan berusaha mendirikan negara dengan ideologi lain.
Ancaman berdimensi
Politik dapat terjadi dari luar negeri yang dilakukan oleh aktor negara
dan aktor yang bukan negara dengan menggunakan isu-isu global sebagai kendaraan
untuk menyerang atau menekan Indonesia. Pelaksanaan penegakan HAM, demokratisasi,
penanganan lingkungan hidup, serta penyelenggaraan pemerintahan yang
bersih dan akuntabel selalu menjadi komoditas politik bagi masyarakat
internasional untuk mengintervensi suatu negara. sedanagkan ancaman yang
bersumber dari dalam negeri dapat berupa penggunaan kekuatan berupa
mobilisasi massa untuk menumbangkan suatu pemerintahan yang berkuasa,
atau menggalang kekuatan politik untuk melemahkan kekuasaan pemerintah.
Ancaman berdimensi
ekonomi terdiri dari 2 (dua) faktor, Internal dan ekstenal. Ancaman
internal dapat berupa inflasi dan pengangguran yang tinggi, infrastruktur yang
tidak memadai, penetapan sistem ekonomi yang belum jelas, ketimpangan
distribusi pendapatan dan ekonomi biaya tinggi, sedangkan secara eksternal,
dapat berbentuk indikator kinerja ekonomi yang buruk, daya saing rendah,
ketidaksiapan menghadapi era globalisasi, dan tingkat dependensi yang cukup
tinggi terhadap asing.
Ancaman berdimensi sosial
budaya diusung oleh isu isu kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan,
dan ketidakadilan bila dilihat dari perspektif dalam negeri. Ancaman dari luar
timbul bersamaan dengan dinamika yang terjadi dalam format globalisasi dengan
melakukan penetrasi nilai-nilai budaya dari luar negeri yang dapat mempengaruhi
nilai-nilai sosial dan kebuayaan asli Indonesia.
Ancaman berdimensi
teknologi dan komunikasi berasal dari pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi (Iptek) sebagai media penghantarnya, seperti kejahatan cyber dan
kejahatan perbankan. Ancaman lain adalah lambatnya perkembangan kemajuan
Iptek di Indonesia sehingga menyebabkan ketergantungan teknologi terhadap
negara negara maju semakin tinggi, serta rendahnya tingkat apresiasi
masyarakat terhadap produk Iptek dalam negeri.
Ancaman berdimensi keselamatan
umum berasal dari bencana alam yeng terjadi di indonesia yang dapat
berpotensi mengganggu stabilitas nasional, bencana alam termasuk kedalam
dimensi ancaman pertahanan nir-militer dikarenakan secara geografis indonesia
berada di dalam wilayah yang rawan bencana alam, disamping juga bencana
alam yang terjadi akibat kesalahan dari manusianya sendiri.
Ancaman Insurjensi (Separatis)
Ancaman insurjensi pada intinya
adalah mengarah kepada perang revolusioner, dengan poin utama adalah para
pelaku insurjensi mempercayai dan memiliki
suatu populasi yang mendukungnya. Separatisme merupakan ancaman
asimetrik yang tertua yang ada sampai saat ini, yang intinya adalah suatu
gerakan untuk mendapatkan kedaulatan dengan memisahkan suatu wilayah atau
kelompok manusia (biasanya kelompok dengan kesadaran nasional yang tajam) dari
satu sama lain atau menjadi suatu negara lain. Gerakan separatis biasanya
berbasis nasionalisme atau kekuatan religius. Ancaman separatis di
Indonesia dipengaruhi oleh faktor Internal dalam negeri Indonesia sendiri dan
faktor Eksternal karena intervensi asing. Contoh dari pengaruh eksternal
terhadap separatisme di Indonesia adalah gerakan separatis Papua, diketahui
bahwa pada tanggal 29 Juli 1998, 40 anggota kongres Amerika Serikat bersurat
kepada Presiden Susilo Bambang Yudoyono yang isinya, antara lain meminta
kepastian pembebasan segera dan tanpa syarat atas dua separatis Organisasi
Papua Merdeka (OPM) yaitu, Filep Karma dan Yusak Pakage.
Sedangkan faktor internal yang
mempengaruhi munculnya gerakan ini pada umumnya akibat dari rasa ketidakadilan,
kesejahteraan yang tidak merata, intimidasi oleh aparat pemerintah dan janji-janji
pemerintah pusat yang tidak terealisasi, serta keyakinan bahwa mereka mampu
hidup/mengurus diri sendiri tanpa harus bargantung pada pemerintah NKRI. Hasil
akhir dari ancaman separatis adalah berdirinya sebuah negara negara
berdaulat / merdeka baru yang diakui oleh dunia internasional, hal
tersebut merupakan sebuah pukulan besar bagi negara yang terkena dampak
separatis.
Ancaman insurjensi (separatis) di
Indonesia sudah muncul sejak awal kemerdekaan seperti diketahui, seperti PKI,
DI-TII, PRRI, Permesta, APRA, Andi aziz berhasil ditumpas. Timor Leste berhasil
memisahkan diri dari NKRI melalui referendum pada tanggal 30 Agustus 1999 dan
GAM kembali bergabung pada kedaulatan NKRI melalui MoU (Memorandum of Understanding)
di Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005. Ancaman separatis masih muncul
melalui OPM, RMS, dan NII. OPM masih berusaha mencari simpati dari dunia
internasional dengan mendirikan kantor perwakilan di London, Inggris pada
tanggal 28 April 2013 dan di Belanda pada tanggal 15 Agustus 2013. RMS
mendirikan pemerintahan pengasingan dan juga memiliki situs resmi dengan
hosting-IP di Belanda. Ancaman separatis lain yang sampai saat ini “bermain” di
gerakan bawah tanah (tidak menampakkan diri secara langsung) adalah NII di
bawah pimpinan Panji Gumilang yang diindikasikan berpusat di pondok
Pesantren Al-Zaytun di Indramayu.
Ancaman Terorisme
Terorisme adalah perbuatan melawan
hukum atau tindakan yang mengandung ancaman dengan kekerasan atau paksaan terhadap
individu atau hak milik untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau
masyarakat dengan tujuan politik, agama atau idiologi. Ancaman atau
penggunaan kekerasan secara ilegal yang dilakukan oleh aktor non-negara baik
berupa perorangan maupun kelompok untuk mencapai tujuan politis, ekonomi,
religius, atau sosial dengan menyebarkan ketakutan, paksaan, atau intimidasi
adalah definisi dari ancaman terorisme.
Implikasi dari isu terorisme adalah
terorisme mengancam jiwa manusia dan mengancam kehormatan negara, terorisme
menghadirkan ketidakpastian tentang kapan dan di mana aksi terorisme akan
terjadi sehingga menuntut kesiapsiagaan kekuatan nasional untuk menghadapinya.
Dalam perspektif pertahanan negara, terorisme menjadi ancaman keselamatan
bangsa sehingga menjadi bagian dari tugas dan fungsi pertahanan
negara. Secara politis, terorisme dapat dibagi menjadi 5 (lima) jenis,
antara lain: Terorisme sosial revolusioner, Terorisme Sayap Kanan, Terorisme
Nasionalis Separatis, Terorisme Ektrimis Religius, Terorisme Single-Issue.
Dimana dimensi dari terorisme dapat diketahui malalui variabel dan klasifikasi
sebagai berikut: Ancaman terorisme di Indonesia berawal dari kelompok DI-TII
yang melakukan melakukan pengeboman di Cikini pada tanggal 30 November 1957, hingga
dalam kurun 2 dasawarsa menurut data Global Terrorism Database 2007, telah
terjadi total 421 kasus terorisme, dimana lebih 90 persen tindak terorisme
terjadi di akhir orde baru hingga memasuki era demokrasi.
Aksi-aksi terorisme
semenjak era reformasi adalah aksi pengeboman yang terjadi di beberapa wilayah
di Indonesia, seperti bom Bali I, bom Kuningan / Kedubes Australia, bom Marriot
(I), bom Bali II, bom Marriot (II), dan Ritz Carlton yang dilansir kuat dugaan
di dalangi oleh kelompok JI (Jama’ah Islamiyah) yang dirintis oleh
AbdullahSungkar dan Abu Bakar Ba’asyir pada tahun 1993, dengan anggota JI yang
berperan sebagai otak aksi teror bom seperti Hambali, Mukhlas, Amrozi, Ali
Imron, Zulkarnaen, Faturrahman al-Ghozi, Umar Patek, Dulmatin, Imam Samudra,
Dr.Azhari, serta Noordin M. Top. Ancaman terorisme terikini yang terjadi
di indonesia adalah teror terhadap institusi Polri dengan aksi penembakan
terhadap aparat kepolisian yang dimulai pada pertengahan tahun lalu. Hingga 13
Mei 2018 pemboman di tiga gereja di Surabaya, dengan berbagai motif yang sulit
ditafsirkan ntah terosis atau bukan. Dari pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan
bahwa ancaman terorisme di Indonesia berimplikasi terhadap ancaman ideologi
yang bermuara dari rasa ketidakpuasan para pelaku terhadap situasi kehidupan
sosial yang ada.
Ancaman
Teknologi Informasi dan Komunikasi
Merupakan jenis ancaman terhadap
pertahanan indonesia yang dilakukan dengan menggunakan media teknologi
informasi dan komunikasi (TIK), ancaman tersebut dapat menyentuh keseluruh
dimensi pertahanan NKRI, baik militer maupun nir-militer, karena tidak
tergantung pada dimensi jarak, ruang, dan waktu. Ancaman melalui TIK dapat
masuk ke dalam dimensi ideologi, politik,ekonomi, sosial-budaya, maupun
pertahanan dan keamanan. Implikasi dari ancaman TIK adalah perang informasi
yang pada saat ini adalah merupakan jenis peperangan yang paling sering terjadi
di berbagai penjuru dunia. Perang informasi adalah keterpaduan / sinkronisasi
dari aksi virtual dan fisik yang dilakukan baik oleh negara, organisasi, maupun
individu agar obyek dan tujuan yang diinginkan dapat tercapai dan terus terjaga,
dimana pada sisi lain secara simultan mencegah kompetitor atau pihak lawan
melakukan hal yang sama.
Cakupan TIK dalam dimensi ancaman
asimetris digolongkan menjadi beberapa jenis ancaman, seperti : serangan
terhadap infrastruktur, desepsi (pengaburan), perang elektronik, operasi
psikologis. Serangan terhadap infrasturtur lebih dikenal dengan sebutan
“cyber war” karena menggunakan peralatan elektronik dan komputer untuk
menghancurkan atau mengganggu peralatan elektronik dan jalur komunikasi pihak
yang diserang, pelaku dari “cyber war” biasa disebut dengan hacker/peretas. Desepsi termasuk
kedalam bagian ancaman TIK karena merupakan usaha menyamarkan atau mengaburkan
informasi dan komunikasi dengan tujuan untukn menyesatkan pihak lawan. Dari
sisi pihak yang lemah, pada umumnya menggunakan desepsi sebagai alat perang
dalam rangka mengukur dan meminimalisir resiko peperangan, serta berusaha untuk
mengarahkan lawan agar melakukan kesalahan.
Perang elektronik merupakan
ancaman TIK yang bertujuan untuk menghambat aliran informasi dengan mengganggu
sinyal elektronik yang ada pada jalur lalulintas informasi. Proses
gangguan elektronis tersebut biasa di istilahkan dengan “jamming”. Operasi
psikologis merupakan salah satu ancaman TIK yang menggunakan informasi untuk menguasai
pemikiran manusia. Target dari operasi psikologis adalah pembentukan opini,
emosi, sikap, dan perilaku dari lawan, aliansi, maupun masyarakat umum,
termasuk memanipulasi persepsi. Ancaman TIK merupakan ancaman yang datang dari
dunia virtual yang dapat mengancam eksistensi kehidupan di dunia nyata, actor-aktor
dari dunia virtual dapat berupa individu, komunitas virtual, institusi, pasar,
maupuan organisasi yang berbasis jaringan digital.
Berdasarkan data hasil laporan
situasi dan kondisi internet pada kuartal ke dua tahun 2013, Indonesia berada
di urutan pertama yang menyumbang serangan di dunia maya berdasarkan alamat IP
yang terlacak. Dari 175 negara di dunia yang masuk dalam penelitian tersebut,
38 % serangan di dunia maya berasal dari Indonesia. Meningkat 17 % dari kuartal
pertama tahun 2013, menggeser negara China yang sebelummnya menjadi TOP negara
paling banyak melakukan serangan cyber. Korban dari penyerangan di dunia maya
yang berasal dari Indonesia adalah perusahaan-perusahaan besar dan toko online
yang kebanyakan berada di Asia Pasifik dan Amerika
Hal yang perlu di perhatikan dalam
upaya pencegahan terhadap ancaman asimetris adalah dengan memaksimalkan peran
serta komunitas intelijen untuk bergerak sesuai dengan bidang keahlian masing-masing
agar dapat mengoptimalkan daya tangkal dan deteksi dini terhadap ancaman yang
dapat berpotensi mengganggu kedaulatan negara dan stabilitas nasional.
Sistem pertahanan
semesta yang dianut
oleh NKRI mewajibkan bagi seluruh komponen bangsa untuk ikut berpartisipasi dalam
usaha mempertahankan kedaulatan negara dari segala jenis ancaman yang
menyertainya. Peranan masyarakat
sipil pada sistem pertahanan semesta sangat berguna sebagai unsur
pelengkap / pendukung dari unsur militer yang terdefinisi sebagai
komponen cadangan dan komponen pendukung. Peran fungsi nir-militer dalam
menghadapi ancaman insurjensi (separatis) yang masih berpotensi untuk menjadi
besar adalah dengan usaha mengenali kembali secara lebih dalam nilai-nilai yang
terkandung pada Pancasila, meningkatkan kebanggaan rakyat Indonesia sebagai
bangsa yang bersatu dalam wadah NKRI yang berlandaskan Bhinneka Tunggal Ika.
Bagi pemerintah indonesia usaha yang dilakukan adalah dengan memperhatian asas
kesamarataan dengan mengacu kepada faktor geografi, demografi, kekayaan alam,
ekonomi, politik, dan sosial budaya yang terdapat pada setiap wilayah di
indonesia, melakukan sosialisasi yang tepat guna terkait UU Otonomi Daerah
kepada masyarakat untuk menciptakan kesamaan persepsi, dan bagi lingkungan
pendidikan dan masyarakat agar berusaha untuk selalu menekan budaya
primordialisme yang menjadi salah satu akar dari insrujensi / separatis /
disintegrasi. Upaya fungsi nir-militer dalam pencegahan ancaman terorisme dapat
bermula dari peran serta para pemuka agama yang pada setiap syiar agama
yang dilakukan untuk selalu menanamkan sifat toleransi dalam kehidupan bermasyarakat, peran aktif kewaspadaan masyarakat untuk melaporkan kepada
pihak yang berwajib aktifitas setiap individu / organisasi yang dinililai
tidak sesuai dengan kultur setempat sebagai upaya deteksi dini, peran aktif
pemerintah untuk memberikan pengertian kepada masyarakat terhadap isu-isu SARA yang berkembang di dunia
internasional, memperkecil komunitas masyarakat yang mendukung pola pikir
terorisme, serta peran lembaga pendidikan dan masyarakat untuk bisa menekan
faham etnosentrisme di indonesia.
Pencegahan terhadap ancaman melalui teknologi
informasi dan komunikasi dapat dilakukan penanaman nilai-nilai kesadaran bela
negara terhadap para penggiat dunia maya, meningkatkan kemampuan
masyarakat terhadap TIK agar dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan TIK di
dunia, mempercepat kemampuan daya saing teknologi untuk mengurangi
ketergantungan teknologi dari negara lain, meningkatkan kesadaran pengamanan
TIK di masyarakat, serta bagi pemerintah adalah dengan mendirikan divisi atau
institusi keamanan cyber yang terdiri dari segenap unsur masyarakat, baik
aparat hukum maupun individu-individu dari komunitas cyber yang bergerang di bidang
pengamanan TIK.
Daftar
Pustaka
ANdriadi Fayakhun: Demokrasi ditangan Netizen, Tantangan
prospek demokrasi digital.
Syah Putra Dedi Kurnia: Komunikasi
CSR Politik, Membangun Etika Dan Estetika
PR Politik
Nasrullah Rusli: Teori dan Riset
Media Siber
Anjar Simanjutak Dahnil: Nalar
Politik Rente