Jumat, 10 Agustus 2018

MENAKAR DISONANSI POLITIK ELITE PARTAI

Sejauh in komunikasi politik elit partai mengalami disonansi politik, mereka dihadapkan pada pilihan yang mengambang,, dn tentu komunikasi politik seperti it sulit utk dipahami pola dan modelnya bagi kita masyarakat awam,,,

Kita tdk bisa menafikan proses negosiasi antarpetinggi elit politik partai utk mencapai kesepakatan bersama, tentu kepentingan mereka harus diakomodir dlm proses negosiasi yg begitu panjang dan melelahkan pda akhirnya mendapat titik temu dipenghujung waktu,,,

Mengurai dn menganyam tali temali politik dapat pula membentuk kekuatan bepolar politik sperti 2014 lalu,, dn disini keunikan dua kekuatan politik in memperlihatkan simbolis politiknya yg dpt melabeli kemisri antarpasangan para konstestan

Dimana simbol politik it saling melabeli tuk meresonansi akar rumput,, kubu Jokowi menggandeng seorang ulama besar yang memberikan pesan politik kepada masyarakat bahwa mereka adalah pasangan yg representase dri Umaroh dan Ulama,

Sementara kubu Prabowo menggandeng figur muda yang energik, alim, dn santun, yang juga diidentikan dgn generasi milenial,, atau disederhanakan dari pasangan in adalah keterwakilan nasionalis dn melenialis relegius,,

Menjadi pertanyaan apakah dgn hadirnya dua kekuatan politik yg sarat dgn simbolis religus in dapat mereduksi suhu politik 2019 in,,? Sepertinya tdklah mudah utk kita menggunakan adigum religius utk meredam suhu politik yg sarat kepentingan para elit politik it sangatlah mustahil,

Banyak dramaturgi politik yang diperlihatkan elit politik mulai dari panggung belakang (negosiasi kepentingan) hingga panggung depan dgn mengelolah kesan2 stail dn oral politik yang penuh pencitraan semata,

Dramaturgi politik yang diperankan oleh para elit politik, menurut erving goffman adalah penciptaan panggung depan dan panggung belakang utk memersuasi pikiran orang lain,, sehingga jelas bahwa utk menjawab disonansi politik hari ini menjadi suatu keniscayaan politik yang tdk bisa terhindar dari isu2 yang mengarah pada proses melabeling figur2 kontestan yang bersifat lipstik semata.

Sehingga samaskali tidak berpengaruh positif terhadap masyarakat, artinya ini adalah demokrasi elektoral dimana masing2 dari kedua kekuatan politik ini berjibaku utk bagaimana cara memarketingkan personal branding dri kedua kontestan in dpt di terima oleh kahlayak dgn isu2 yg saling mengagitasi,,

Isu2 politik yang bergerak dri persoalan infrastrukt politik (ide dn gagasan, dn materi) hingga berujung pada personal kandidat menjadi bahan santapan yg terus di panas2sin dipermukan sebagai senjata yang paling ampuh tuk meretas kekuatan lawan politik. Inilah fakta politik hingga saat ini masi menjadi trand kampanye antarpendukung dri kedua kubu tersebut,,

Demokrasi elektoral kita in adalah demokrasi yang paling sulit dipastikan berjalan tanpa konflik, krn konflik bagi elit politik kita adalah instrument politik yang paling ampuh tuk membaca perkembangan kekuatan politik.

☕ yuk?

2 komentar:

DIES NATALIS GMNI ke 66

REFLEKSI HARI LAHIR GMNI Kita harus berani mengoreksi diri dengan cara menghilangkan praktik-praktik yang mengkhianati prinsip Bhinneka...