Jumat, 21 Desember 2018

MEDIA DALAM CENGKRAMAN KEKUASAAN

Derasnya arus informasi hingga menyesaki ruang2 sosial, dapat membuat kita sulit memilah mana yang objektif dan mana yang tidak objektif. Namun perlu kita ketahui bahwa media massa sebagai agen distribusi pesan yang paling efektif kini perlu kita bedah secara ilmiah.

Bahwa media tdk bisa berdiri sendiri, media bahkan tdk bebas nilai menentukan agenda publik, ruang media sangat sangat didominasi agenda kekuasaan,, media mulai memproduksi dan mendistribusi pesan2 kekuasaan untuk mempengaruhi opini publik, mengonfirmasi teori agenda setting dari McCombs dan Donald L. Shaw menyatakan bahwa media massa merupakan pusat penentuan kebenaran dengan kemampuan media massa untuk mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan informasi ke dalam agenda publik dengan mengarahkan kesadaran publik serta perhatiannya kepada isu-isu yang dianggap penting oleh media massa. 

Disinilah pesan2 kekuasaan diproduksi dan didistribukan kepada publik demi memenuhi hasrat kekuasaan semata, media sebagai getakper kekuasaan, menyebarkan informasi positif dari kekuasaan sekaligus menangkal isu2 negatif dari kelompok oposisi.

Sehingga dalam konteks politik hari ini publik kita tentu mengamati apa yang diberitakan media terkait pilpres terlihat sangat subjektif, lihat saja media2 yang selama ini rata2 pemiliknya berada dalam kekuasaan, dan itu suda menunjukan betapa pradoksnya media melacurkan dirinya demi kekuasaan semata dan mengindahkan agenda publik, beberapa contoh kasus yang abai dari perhatian media, mulai dari aksi tuntutan guru honorer di depan Istana, reuni 212 d monumen nasional. 

Ini menunjukan bahwa ada hal yang patut diduga, sehingga mengonfirmasi kembali konsep2 kritikal teori yang memandang bahwa media suda menjadi perangkat kekuasaan,,, namun media mainstream rupanya lupa dan tak sadar diri dengan kehadiran media sosial sebagai salah satu ruang kebenaran publik yang bisa diakses siapa saja. 

Dengan hadirnya media sosial dapat merengut peluang dari media arus utama dari ruang publik, dan itu bisa jadi menjadi ancaman bagi media konfensional di ruang publik, media konfensional hilang kepercayaan dari publik. Apalagi sebatas lembaga survei yang hanya menemukan moment saat momentum politik 5tahunan,, mereka pasti akan digerogoti oleh hegemoni keluasaan, mereka akan melacurkan kesucian dan kredibilitas keilmuan yang mereka miliki demi uang dan uang, mereka hanya bisa digarap oleh kekuasaan sebagai lembaga partisan untuk melakukan apa yang dikehendaki penguasa.

Minggu, 25 November 2018

RINDU AYAH DALAM SEPIH


Ayah...
Malam ini dingin tanpa hangat merengut jiwa tak bedaya. Setiap asa di penghujung rindu, linangan air mata pertanda jiwa merindukan ayah yang jauh disebrang.

Ayah...
Malam ini desiran angin masih datang dengan cara yang sama, memantik rinduh tak bedaya pada ayah, jengkal demi jengkal menelusuri jalan panjang menuju histori bersamamu hingga tak kuasa dikala larut malam menyapaku. Tak peduli seberapa banyak ku menghabiskan waktu untuk memikirkan titahmu ayah.

Ayah...
Aku hanya ingin bercengkrama bersamamu lewat perenungan yang sepih tanpa suara, mungkin saja bersuara dalam diam dan menangis dalam kebisuan adalah satu-satunya cara sahut menyahut bercerita denganmu ayah yang jauh disana.

Ayah...
Senyum bahagiamu adalah inti dari hidupku, maafkan aku jika belum memberikan senyum bahagia kepadamu ayah😔🙏

Kamis, 15 November 2018


Samdar Rery, S.Sos.I, M.Ikom

KERINDUAN DIMOMENT KEBAHAGIAN

Hanya dengan kekuatan cinta dan kasih sayang dari orang-orang yang terhebat dalam hidupku,, yakni ayahanda Hi. Yunus Rery dan ibunda Hj. Mariam Borut. Selama ini tak henti-hentinya menuntun saya dengan doa dan air mata kasi sayang, tetesan air mata dan doa disetip sujud hanya ingin juriat mereka menjadi lebih baik.

Sujud syukur dan merendahkan jiwa ini dihadapanmu ya rob, dari zat yang berlumur dosa dari jiwa yang sering berbuat salah dan hilaf pada kedua orang tua hamba,,, hamba memohon dengan segala kerendahan jiwa ini, jauhkan mereka dari segala keburukan, dekatkan mereka dengan segala kebaikan ya Allah.

Moment yang diselimuti suasana suka cita dan kebahagian, melihat teman-teman dengan semangat dan penuh keceriahan bersama keluarga mereka, dimana orang-orang terhebat dalam hidup mereka berdiri mendamping mereka, berfoto bersama mereka, bahkan tertawa dengan penuh kegembiraan bersama mereka.

Disaat saya bediri ditengah-tengah kegembiraan teman-teman dan keluarga mereka, dan melihat kegembiraan mereka dengan suka ria, namun suasana itu saya hanya dengan senyum yang lebar, tapi diri ini terasa tak berarti apa-apa. Sejenak merenung dan larut dalam lamunan yang panjang, terasa keriuhan hening dari suasana yang ramai. Saya merasakan sepih, dan tidak ada siapa-siapa disampingku.

Keheningan itu walau sekejap dari renungan yang kira-kira kurang lebih15detik, saya merasakan hidup ini tak berarti apa-apa, tak ada gunannya untuk siapa-siapa, pikiran yang kosong, jiwa yang kering tak kala kedua orangtuaku yang hebat itu tak ada disampingku. Jiwa ini seakan berdiri ditengah guru sahara yang jauh dari keriuhan manusia, memandang ke semua arah seakang sepih tanpa satu pun manusia ada bersamaku.

Sontak dari renuangan sekejap itu saya pun berlinang air mata kesedihan bercampur kebahagian. Air mata terus menetes perlahan-lahan, saya pun terasa terpojokan dari segala kemeriahan yang terlihat. Hati ini menangis, menangis karena rindu kehadiran mereka, rindu memeluk dan mencium tangan dan jidat mereka, serta memeluk mereka dengan rasa syukur dan bahagia.

Namun apalah dayah, harapan bersama mereka dimoment sesederhana ini hanya sebatas ilusi, akan tetapi jiwa ini yakin dan seyakin-yakinnya bahwa Allah sedang menguji sejauh mana rasa kasih sayangku kepada kedua orang tua dan keluarga yang selama ini menaru harapan akan kebaikan dikemudian hari.

Tiada kata yang bermakna jika jiwa ini tidak bersyukur dengan tindakan, namun ini menunjukan wujud rasa kasih sayangku kepada mereka. Doa dan air mata tidak terhenti dan terus mengalir disetiap sujudku akhirku.

Ayah, ibu, saya hanya bisa mengucapkan terimakasi dari jauh untuk kalian berdua disebrang sana. Tak terlepas dari itu rasa syukurku juga saya ucapkan terimakasi kepada keluarga saya yang lain. Terimakasi atas perhatian kalian kepada saya selama ini, mungkin ini suda saatnya saya harus berdiri sendiri dan mulai memerankan diri selayaknya sebagai kebanyakan orang lain yang bekerja dengan penuh rasa tanggung jawab.

Untuk mengakhiri coretan singkat ini, juga saya ucapkan terima kasih kepada semuanya, baik itu keluarga sekampung, maupun sahabat dan teman-teman lain yang suda mengapresiasiku di moment sederhana ini dengan mengucapkan selamat dan mendoakan kebaikan saya. Sekali lagi terimakasih.

Minggu, 14 Oktober 2018


Bahwa dalam pertarungan untuk menjadi raja, hanya ada dua pilihan menang atau mati
CerceiLannister

Sedikit kutipan Lannister dalam film game of thrones (cerita kekerasan dan incest) yang dikutip presiden Jokowi saat berpidato di depan peserta IMF WB di Nusa Dua bali,,

Ada benarnya juga presiden menggunakan tema perebutan tahta hanya menyindir negara2 besar, namun dalam komunikasi politik dapat dibaca dari dua prespektif, yang pertama adalah conten of massage (pesan), dan kedua adalah berkaitan dengan moment (pilpres 2019).

Dilihat dari isi pesan yang disampaikan presiden adalah mengandung makna yang berkaitan dengan film game of thornes, yang diartikulisan isi pesan dari film tersebut memberikan sindiran kepada negara2 yang ambisi pada kekuasaan,, sebab dalam film tersebut menceritakan perebutan kekuasaan dengan cara kekerasan.

Berkaitan dengan moment dimana pidato tersebut disampaikan pada dua moment yang bertepatan, yakni pada saat acara IMF WB juga dalam kondisi dimana Indonesia dalam proses berlangsungnya pilpres 2019.

Untuk acara world Bank tidaklah menjadi soal, namun ketika dimaknai tidak hanya pada acara world bank maka tentu makna itu sangat tidak menguntungkan Jokowi pada perhelatan pilpres 2019. Dimana maknanya justru menyudutkan Jokowi sendiri, sebab Jokowi berambisi untuk menjadi presiden dua periode.

Tentu sesuai cerita dari film game of thornes tersebut bahwa proses perebutan kekuasaan dengan cara-cara kekerasan dan seksual yang sangat tidak beradap. 

Dalam bacaan semiotik komunikasi Baudrillard bahwa pesan yang disampaikan hanya sedikit saja menyentuh kognisi seketika, namun sangat heroik, heroiknya mampu mengejutkan pikiran orang dalam jangka singkat, namun tidak berlangsung lama, dan setelah direviu kembali barulah dapat makna yang tidak tunggal.

Tetapi setelah beberapa saat kemudian orang sadar dan menyimak kembali pesan tersebut baruh mereka menelusuri asal usul dari pesan tersebut kemudian dikaitkan dengan kondisi realitas sosial yang sebenarnya. 

Dalam konteks pilpres 2019 tentu dari kubuh lawan Jokowi tentu mengkapitalisasi pesan dari pidato tersebut untuk mendelegimitasi (melemahkan) pihak Jokowi. Karena pesan dari pidato Jokowi suda menunjukan keegoisanya dalam memperebut kekuasaan dengan cara-cara tidak benar, yakni dengan mengambil resiko pada pilihan untuk merebut tahta kekuasaan dengan cara siap menang dan mati.

Kamis, 04 Oktober 2018

BERJANJI SETENGAH HATI

Politik mengajarkan kita senih berinteraksi dengan berbagai kepentingan, dan disini generasi dituntut untuk memiliki integritas politik yang baik,, tentu generasi yang memiliki tujuan untuk tidak menjadi budak dari tuan2 politik yang hanya sekedar memanfaatkan mereka sebagai tameng politik,

Sejalan dengan pikiran diatas maka dalam defenisi generasi adalah kelompok usia remaja yang bertindak dan berperilaku sebagai usia yang menyiapkan diri dan merencanakan kehidupan yang berkelanjutan, artinya generasi harus dilihat sebagai entitas yang memiliki tujuan dan harapan.

Membaca perilaku elite politik kita saat ini menunjukan rendahnya nalar politik dan minimnya moral politik yang diperlihatkan kepada generasi saat ini, mereka hanya memikirkan diri sendiri dan hanya menjadikan generasi sebagai objek politik semata.

Generasi dalam prespektif politik adalah generasi yang merdeka dalam menentukan sikap dan pilihan hidup sesuai dengan pilihan-pilihan rasionalnya yang tentu didasarkan pada pengalaman subjetivitas hidupnya.

Mencermati generasi dalam lingkaran relasi kuasa elite politik saat ini tidak seperti yang diharapkan,, tujuan generasi mulai direduksi dari kepentingan elite politik, artinya generasi hanya diperalat demi memuluskan kepentingan elite politik.

Generasi dalam siklus politik hanya dimanfaatkan semangat, pikiran, dan tenagahnya demi memenuhi kepuasan elite politik tertentu, dan setelah elite politik mendapatkan tujuannya, generasi dibiarkan ibarat burung terbang tanpa sayap, dn berkenala dalam ruang kehidupan yang hampa.

Seharusnya relasi generasi dan elite politik dibangun separipurna mungkin untuk saling meningkatkan hubungan yang bersifat parmanen, karena generasi adalah penerus dari perjuangan elite politik, dimana mereka suatu saat akan menggantikan dan meneruskan tongkat stafet kaum yang sudah tuah,

Akan tetapi generasi hanya dijadikan sebatas objek politik dari kepentingan elite politik, seharusnya generasi penerus dikader dan dikawal, agar mereka selalu berdialetika dengan berbagai ruang yang suda terfasilitasi oleh elite politik.

Elite politik harus memosisikan diri sebagai pengarah, sehingga dapat membimbing setiap proses generasi diberbagai tingkatan,, jangan generasi dikriminalisasikan semangat dn pikirannya demi memenuhi kebutuhan elite politik semata.

Fenomena karakter elite politik ini terlihat sangat ambisius dan menggurita setiap gerakan generasi sampai pada level atau tingkatan yang paling bawah, sehingga generasi tak berdaya untuk menentukan pilihannya. Pilihan-pilihan generasi ditentukan oleh elite politik yang serahkan.

Polah komunikasi elite politik dengan generasi muda hanya pada tataran oportunisme belaka,, artinya mereka hanya memanfaatkan generasi dan mengambil keuntungan dari apa yang generasi perjuangkan bersama mereka.

Ini adalah gerakan politik yang dibangun oleh elite politik yang dimana tidak mengandung muatan moral, sehingga tercipta hubungan atau relasi yang tidak sehat antara generasi dan elite politik,, seharusnya hubungan yang dibangun harus simbiosis mutualisme (saling menguntungkan), tapi kenyataan generasi hanya hidup dibawah bayang-bayang ketidak jelasan orientasi.

Memang elite politik berjanji dan bekerja setengah hati terhadap generasi, mereka sepertinya memiliki fobia (berjanji dalam kecemasan) terhadap hadirnya generasi, rasa ketakutan elite politik ketika mereka tersaingi oleh generasi di atas pentas politik.

Inilah yang membuat generasi kadang jenuh dengan siklus yang dipertahankan oleh elite politik, dan kadang pulah melahirkan sikap yang berbeda, akan tetapi sering dikekang oleh elite politik, sehingga membuat generasi mengalami disisonansi orintasi, artinya generasi disatu sisi berani mengambil sikap untuk bersebrangan, tetapi disisi lain elite politik menjadi ancaman bagi mereka,,

Karena elite politik dalam realitas politik mereka adalah kaum yang sudah mapan dan terpolah dalam dinamika politik. Inilah yang membuat generasi tak berdaya dalam pengawasan elite politik. Dan pada akhirnya generasi mengalami disorientasi harapan.

BERJANJI DALAM KECEMASAN


Hidup dalam bayang-bayang ketidak pastian adalah suatu keharusan yang ditempuh oleh generasi kekinian. Harapan palsu yang ditiupkan kedalam pikiran adalah menjadikan watak mereka menjadi suatu keniscayaan hidup tak pasti di hari esok.

Misteri janji palsu terus menghantui gerak dan langkah mereka saat menapaki jalan hidup yang penuh kecemasan ditengah-tengah riuh rendahnya fluktuasi politik yang tak menjanjikan.

Walaupun harapan masi dalam janji manis yang belenggu namun tak pernah redup kobaran semangat mereka,, bagi mereka tenaga, pikiran, hingga cucuran keringat dan air mata darah adalah sebuh konsekwensi logis yang merekah pertaruhkan demi tuan-tuan duduk di atas singgasana.

Terpotret perjalanan panjang 1 dekade telah memberikan banyak gambaran nyata bagi generasi, tetapi generasi tak peduli, mereka tetap bersikukuh pada harapan yang tak kunjung tibah,, pun gegap gempitah dari setiap medan yang mencekam, mereka tetap berdiri kokoh tuk menghadang amukan lawan dari berbagai penjuru.

Mereka terus membentengi dan melindungi tuan-tuan dari berbagai amukan badai sampa janji tuan-tuan kepada mereka terlunasi, mereka terlanjur menaru harapan pada janji manis yang ditiupkan kedalam pikiran dan sikap mereka, hingga mereka berjuang dengan keyakinan, walaupun pada akhirnya mereka dihianati oleh tuan-tuan.

Kini dagelan dari tuan-tuan terlihat lucu dan membosankan, kejenuhan pun mulai menggurita disetiap ceruk yang terbaca hari ini, musim mulai berganti, arah kompas mulai terlihat, generasi mulai menikmati pertunjukan tuan-tuan di atas altar kekuasaan,

Pertunjukan yang mereka pentaskan adalah penuh kebohongan dan miskin makna, namun generasi tetap saja menikmati tanpa berkeluh kesah dan risau pada kondisi yang menjijikan itu.

Di atas pentas terbaca karakter tuan-tuan dari setiap lakon yang dimainkan dan terlihat ada fobia dalam diri tuan-tuan, Rupanya tuan-tuan takut tersingkirkan dari singgasana,, mereka tidak takut pada amanah yang dititipkan pada pundak tuan-tuan.

Rasa ketakutan itulah generasi dijadikan sebagai tameng kekuasaan tuk melindungi tuan-tuan, peran dan fungsi generasi hanya bisa diterjemahkan sebagai perisai kekuasaan, mereka ingin puas sendiri di atas penderitaan yang lain.

Generasi hanya bisa berbicara dengan suara tertahan, dan mengangguk seadanya tanpa melawan dengan kata-kata. Namun kecemasan terus menuai dalam hati dan pikiran, kecemasan tentang hari esok yang baik, hari esok yang menjanjikan,, 

Tetapi semua itu hanya menjadi ilusi yang terus meneurus berlangsung sepajang masa, sebab tak ada yang bisa membendung sampai kapan ilusi itu akan berakhir,, tak tau apa yang ada dalam benak tuan-tuan tentang generasi hari esok. 

Sabtu, 18 Agustus 2018

HARI ESOK AKAN KEMBALI

2014 KEMBARAN 2019

Hiruk pikuk politik hari ini tidaklah berbedah jauh dengan 2014 lalu,, ragam isu politik menuju 2019 kian masif dan eksesif mewarnai ruang virtual (dunia maya), isu2 lama tentang kedua capres di 2014 kemarin dijadikan sebagai senjata penetrasi lawan dn kemudian dihangatkan kembali untuk memersuasi kognisi kahlayak,,

Rasanya sulit untuk menghindar dari problem semacam ini,, karena ruang virtual (dunia maya) adalah ruang bebas berekspresi tanpa jeda, artinya di ruang itulah tidak ada dominasi atau hegomoni kekuasaan untuk membatasi ekspresi dari setiap pengguna,, pengguna (netizen) bebas nilai untuk berekspresi dilautan maya,,

2019 adalah kembaran 2014
Wajah pilpres 2019 diasumsikan sangat mirip dengan wajah pilpres 2014, hanya saja yang membedakannya adalah pendamping dari kedua capres,, isu2 politik yang bersileweran di jagad maya adalah isu2 lama yang suda usang, akan tetapi memiliki daya penetrasi yang kuat, sehingga panaskan kembali seakan terasa hangat dn baru keluar dari tempat produksi.

Perbedaan pertimbangan pilihan dari Jokowi dan Prabowo saat memilih pendamping mereka disaat-saat menit terakhir, pilihan itu memang berbeda dengan empat tahun yang lalu, dimana masing-masing kandidat capres jauh2 hari suda mendeklarasikan pasangan (cawapres) mereka sebelum satu minggu masuk tanggal penutupan pendaftaran,, berbeda dengan kali ini,, dimana masing-capres menentukan pendampingnya dimenit-menit terakhir penutupan pendaftaran di KPU.

Ada keunikan pilihan politik capres dn cawapres ditahun ini, dimana masing-masing kubu dari partai pengusung capres dan cawapres memiliki dinamika yang berbeda. Dari partai koalisi pengusung Jokowi jauh-jauh hari partai-partai politik suda menentukan sikap untuk mendukung Jokowi, namun capresnya ditentukan menit-terakhir.

Penentuan pilihan cawapres untuk mendampingi Jokowi terkesan hidup takmau matipun tak segan,, dua pilihan yang dihadapkan antara keinginan Jokowi dan Partai pengusung yang sulit ditafsirkan bagia khalayak.

Relasi kuasa politik yang menjadi titik kulminasi antara kepentingan elit partai politik dan harapan masyarakat pada ukuran elektabisitas cawapres, menjadikan Jokowi dilematis menentukan pilihannya. Ada anggapan bahwa ketika Jokowi dengan keperkasaan power dn elektabilitasnya mendominasi keinginan partai pengusung maka tentu membuka peluang untuk hadirnya poros ketiga dalam kontestasi elektoral pilpres kali ini.

Partai pengusung Jokowi juga barangkali memiliki pilihan politik yang berbeda, dalam prespektif komunikasi politik bisa dilihat bahwa ada pertimbangan sturktur peluang di 2024, sehingga tidak memungkinkan untuk memberi peluang bagi cawapres dari nonpartai untuk mendampingi Jokowi.

Artinya ketika cawapres dari nonpartai ketika dipilih untuk mendampingi Jokowi maka 2024 tentu menjadi peluang merahi tiket untuk membuka karpet merah menuju istana di 2024. Dengan demikian pilihan itu diserahkan kepada sosok yang suda senjah dn tentu dipastikan akan kompetitif lagi persaingan gejolak politik untuk periode berikutnya.

Alasan seperti inilah kemudian disederhanakan ke publik bahwa sosok yang suda senja mampu merangkul dn mendinginkan suasana politik, alasan yang medasar adalah akhir-akhir ini isu-isu agama menjadi tranding topik yang mewarnai jagad politik di tahun ini.

Lalu begimana dengan kubu penantang petahana, yakni Prabowo yang awalnya digadang-gadang mendampingi AHY, dimana menjelang penutupan pendaftaran di KPU, Prabowo dn SBY terus terjalin komunikasi secara intensif, dn publik menduga SBY berupaya menyatukan Prabowo dengan AHY, akan tetapi dugaan itu malah menjadi gejolak bagi partai PKS yang suda lama membangun komitment dengan Prabowo.

Menjelang diakhir menit setelah Jokowi dn partai pengusungnya mendeklarasikan pasangannya, kurang lebih berselang 3 jam kemudian Prabowo memberikan kejutan bagi publik, bahwa orang yang selama ini tidak masuk dalam daftar pencalonan cawapres Prabowo, kini nama cawapres yang usianya sangat muda, yang sering diidentikan dengan cawapres dari generasi melenial.

Disitulah menjadi efek kejut pada publik, namun pilihan Prabowo tidaklah mudah, mengalami dinamika yang hampir mirip dengan kubu Jokowi. Pilihan itu tentu ada pertimbangan yang matang, bisa diasumsikan bahwa pertimbangan pilihan cawapres Prabowo tentu mengarah pada harus cawapres yang paham ekonomi, juga mampu memberikan insentif elektoral untuk memenangkan pertarungan.

Pertimbangan yang saat ini suda mencuat dipermukaan adalah bagaimana mengait pemilih dari generasi melenial, karena pemilih melenial cukup banyak jumlahnya yang menjadi pertimbangan dalam pertaruangan elektoral kali ini.

Disinilah letak perbedaan dan persamaan dari kedua capres 2019 ini.

Jumat, 10 Agustus 2018

ANTARA CALEG 2019 dan EFEK EKOR JAS

Setelah kemenangan paslon kepala daerah, mulai dari gubernur, bupati dan walikota, apakah memberikan pengaruh pada calon2 legeslatif di pileg 2019,,,?

Disinilah saya menerawang dgn pendekatan teori efek ekor jas pada pemilih di maluku khususnya daerah kei yang cukup fluktuatif utk dipastikan arah voter (pemili) kemana akan berpihak, apakah dengan pendekatan, figur caleg, program, hingga pendekatan kultur, atau pendekatan simbol kekuasaan dalam hal ini kepala daerah yang menang pada pilkada kemarin sebagai hegemoni untuk meretas keberpihakan sikap politik warga terhadap caleg.

Pendekatan sosiologis dan psikologis menempatkan individu sebagai objek yang tidak dapat bertindak bebas karena ditentukan oleh struktur sosial dan aspek psikis atau disebut juga determinan, sementara pilihan rasional menempatkan individu sebagai aspek yang bebas dalam menentukan pilihannya.

Dengan struktur sosial dapat dimanfaatkan dan memudahkan para caleg untuk meraih suara masyarakat, dimana masyarakat yang ada dalam struktur sosial memiliki ikatan kohesi cukup kuat terhadap nilai-nilai yang diyakini selama ini. Sehingga memudahkan para caleg memanfaatkan struktur sosial sebagai suatu kekuatan untuk mendulang suara dari masyarakat.

Sehingga dalam komunikasi politik pemilih sosilogis sangat rentan dengan kesamaan kesamaan dirinya dengan caleg, mulai dari kesamaan kultur, daerah, hingga pada kesamaan keinginan dan stail terutama pada kelompok Y atau kelompok melenial.

Dama halnya dengan pemilih psikologis yang cendrung mengarah pada ideologis, sentimen pemilih tidk terpengaruh pada sejauh mana kecerdasan figur dn bagusnya program, namun lebih pada ideologis yang menjadi indikator pemilih utk menentukan pilihannya.

Biasanya pemilih model ini kebanyakan berasal dari kelompok yang terorganisir, seperti partai politik, kelompok agama yang kritis dan organisasi sejenisnya.

Sementara pemilih rasional lebih pada pertimbangan atau indokator indikator tertentu,, seperti program, kecerdasan figur, sepakterjang caleg, dan indikator rasional lainnya. Nah dalam model rasional kita kenal 4 pemilih yang berdasarkan pada pertimbangan tertentu.

Pemilih yang pertama adalah egosentris, adalah tipe pemilih yang menilai janji2 politik para caleg apakah sesuai dengan kebutuhannya atau tidak, yang kedua adalah pemilih sosiotropik adalah efaluasi pemilih umumnya atas keadaan yang terjadi saat ini, misalnya soal ekonomi dan kesejahtraan sosial.

Pemilih yang ketiga adalah retrospektif adalah pemilih yang memikirkan apa yang suda dilakukan caleg sperti yang dijanjikan. Faktor pemilih berikut adalah prospektif, terkait pemilih memikirkan apakah janji paslon kedepan bisa memperbaiki keadaan sekarang dengan program yang rasional atau tidak.

Dari 3 kategori pemilih tersebut dalam teori coat tail iffect pada pemiluh di daerah kei kita tahu bahwa peran kepala daerah sangat berpengaruh terhadap proses penentuan arah mana voter berpihak kepada caleg yang diusung partai,, terutama partai yang memenangkan konstestasi pilkada 27 Juni kemarin.

Pemilih sososilogis dan ideologis dgn pendekatan coat tail iffect, jika paslon yang memenangkan pilkada kemarin ketika mengibaskan ekor jas maka 40 - 50, maka cukup berpengaruh dengan pendekatan struktur peluang yang ada pada struktur sosial,, Akan tetap tidak berpengaruh dengan pemilih rasional.

Namun pemilih di daerah kei adalah pemilih kultural sangat berpotensi pada segmentasi pada pemilih sosiologis dan pemilih ideologis,, jadi coat tail iffect sangat berpengaruh pada arah pemilih kemana mereka berpihak pada calon yang dekat dengan pemenang kontestasi kemarin.

Sederhana dari coat tail iffect adalah pemilih cendrung berpihak pada kontestan pileg 2019 yang diusung partai yang mendukung paslon yang memenangi pertarungan 27 Juni kemarin. karena kemenangan paslon adalah berasal dari kekuatan simpul simpul dari masing masing caleg dari partai pengusung.

Jadi figur dari kepala daerah memiliki hubungan dengan partai politik pengusung dan caleg yang dekat dengan kepala daerah tentu memiliki simbol penetrasi yang baik pada saat berkampanye. Terutama kepala daerah yang berasal dari partai politik yang diusung yang juga merulakan kader dari partai politik tertentu.

Ini sangat memguntungkan partai politik dan calegnya. Sebab masyarakat yang senang dan suka pada kepala daerah terpilih tentu masyarakat akan suka dengan partai politik dimana kelapa daerah terpilih berasal.

Hal yang sangat menguntukan juga apabilah masyarakat yang suda terpolarisasi pilihan pada pilkada bulan juni kemarin tentu sampai saat ini masih berkesan dengan proses pilkada kemarin, terutama pada isu-isu yang bersifat sensitif bagi masyarakat dan berpengaruh psikologis pemilih tentu masyarakat secara kognitif akan menjadikan sebagai rujukan sikap politknya

Sehingga dari sentimen psikologis pemilih dari suasana pilkada kemarin terus dirawat maka kemungkinan besar sangat berpeluang, artinya mereka masi sama sama memiliki sentimen yang sama dalam kemenangan kemarin.

MENAKAR DISONANSI POLITIK ELITE PARTAI

Sejauh in komunikasi politik elit partai mengalami disonansi politik, mereka dihadapkan pada pilihan yang mengambang,, dn tentu komunikasi politik seperti it sulit utk dipahami pola dan modelnya bagi kita masyarakat awam,,,

Kita tdk bisa menafikan proses negosiasi antarpetinggi elit politik partai utk mencapai kesepakatan bersama, tentu kepentingan mereka harus diakomodir dlm proses negosiasi yg begitu panjang dan melelahkan pda akhirnya mendapat titik temu dipenghujung waktu,,,

Mengurai dn menganyam tali temali politik dapat pula membentuk kekuatan bepolar politik sperti 2014 lalu,, dn disini keunikan dua kekuatan politik in memperlihatkan simbolis politiknya yg dpt melabeli kemisri antarpasangan para konstestan

Dimana simbol politik it saling melabeli tuk meresonansi akar rumput,, kubu Jokowi menggandeng seorang ulama besar yang memberikan pesan politik kepada masyarakat bahwa mereka adalah pasangan yg representase dri Umaroh dan Ulama,

Sementara kubu Prabowo menggandeng figur muda yang energik, alim, dn santun, yang juga diidentikan dgn generasi milenial,, atau disederhanakan dari pasangan in adalah keterwakilan nasionalis dn melenialis relegius,,

Menjadi pertanyaan apakah dgn hadirnya dua kekuatan politik yg sarat dgn simbolis religus in dapat mereduksi suhu politik 2019 in,,? Sepertinya tdklah mudah utk kita menggunakan adigum religius utk meredam suhu politik yg sarat kepentingan para elit politik it sangatlah mustahil,

Banyak dramaturgi politik yang diperlihatkan elit politik mulai dari panggung belakang (negosiasi kepentingan) hingga panggung depan dgn mengelolah kesan2 stail dn oral politik yang penuh pencitraan semata,

Dramaturgi politik yang diperankan oleh para elit politik, menurut erving goffman adalah penciptaan panggung depan dan panggung belakang utk memersuasi pikiran orang lain,, sehingga jelas bahwa utk menjawab disonansi politik hari ini menjadi suatu keniscayaan politik yang tdk bisa terhindar dari isu2 yang mengarah pada proses melabeling figur2 kontestan yang bersifat lipstik semata.

Sehingga samaskali tidak berpengaruh positif terhadap masyarakat, artinya ini adalah demokrasi elektoral dimana masing2 dari kedua kekuatan politik ini berjibaku utk bagaimana cara memarketingkan personal branding dri kedua kontestan in dpt di terima oleh kahlayak dgn isu2 yg saling mengagitasi,,

Isu2 politik yang bergerak dri persoalan infrastrukt politik (ide dn gagasan, dn materi) hingga berujung pada personal kandidat menjadi bahan santapan yg terus di panas2sin dipermukan sebagai senjata yang paling ampuh tuk meretas kekuatan lawan politik. Inilah fakta politik hingga saat ini masi menjadi trand kampanye antarpendukung dri kedua kubu tersebut,,

Demokrasi elektoral kita in adalah demokrasi yang paling sulit dipastikan berjalan tanpa konflik, krn konflik bagi elit politik kita adalah instrument politik yang paling ampuh tuk membaca perkembangan kekuatan politik.

☕ yuk?

Senin, 11 Juni 2018

DISINTEGRASI KEBUDAYAAN


Dewasa ini kita melihat berbagai kearifan lokal mulai dipopulerkan sebagai bentuk sosialisasi identitas yang dikonsepsikan dalam bentuk manivestasi budaya yang terus-menerus dikembangkan, baik melalui seminar ilmiah, dan dipentaskan dalam bentuk pagelaran seni budaya tradisional. Pameran yang bertaraf lokal hingga dipentaskan pada kegiatan bertaraf nasional seperti sail Bunaken, sail Komodo, sail Banda, sail Raja Ampa dll. Semua bentuk kegitan yang lakukan demi mempertahankan eksistensi budaya yang menjadi jati diri setiap individu itu sendiri.
Berbagai bentuk kegiatan yang dilakukan karena pengaruh akulturasi budaya terlalu dominan, bahkan budaya massa pun berkembang terlalu cepat telah mereduksi keperkasaan nilai-nilai budaya lama. Artinya budaya masa yang identik dengan rekayasa sosial terus berkembang cepat sesuai dengan krakter jaman yang tidak bisa dihindari akibat dipopulerkan manusia kekinian.
Komuniasi antar budaya yang bertujuan untuk mempertukarkan makna, nilai dan simbol dari setiap individu guna dikenal sebagai entitas budaya yang memiliki kekuatan tersendiri dari setiap kultur yang ada, tentu memiliki nilai positif untuk dipertahankan, dilestarikan dan dikembangkan sebagai bentuk modal sosial.
Akulturasi budaya sebenarnya memiliki makna positif saat setiap individu mempertukarkan makana identitas kultur terhadap sesama, namun kadang setiap individu terjebak pada penyesuaian dialetika budaya yang berkutat pada pengadaptasian diwilayah yang didominasi oleh budaya yang populer (kekinian), sehingga budaya lokal pun lama-kelamaan akan tergerus oleh masa (waktu).
Bergerak dari masyarakat urban mulai dari desa ke kota, hingga satu kota ke kota lain pun secara perlahan mereduksi nilai-nilai budaya yang suda lama (lokal) menjadi pegangan telah perlahan-lahan akan hilang dari perilaku setiap individu. Salah satu pengaruh terhadap pergeseran nilai-nilai budaya lokal adalah persoalan sosial ekonomi dan politik, dari situlah kita tahu bahwa konflik sosial akhir-akhir menjadi menjadi masalah yang sulit diatasi, ntah pengaruh politik, sosial ekonomi dll, tapi pada intinya dari persoalan itu kita sudah bisa tahu sejauh mana peran budaya dalam menjembatani konflik-konflik sosial yang ada.
Adat dan budaya tidak lagi menjadi rujukan untuk menetrasi konflik sosial, namun sekarang semua proses penyelesaian masalah telah dilimpahkan kepada proses penegakan hukum positif yang menjadi panutan untuk bagi setiap orang, budaya makin lemah dan tidak bisa menujukan eksistensinya dengan baik. Bahkan tidak hanya pada persoalan konflik sosial semata, namun juga pengikisan nilai-nilai budaya juga terjadi pada pengaruh budaya asing, dan bisa jadi akulturasi budaya lama dengan budaya baru yang terfregmentasi pada wilaya etika dan norma yang tidak sesuai dengan esensi budaya lama (lokal). Ironisnya dengan mengatasnamakan simbol dan ingin mempopulerkan budaya, namun kadang berorientasi pasar yang berlebihan, sehingga makna dari simbol yang menjadi identitas suatu budaya kini dikomersilkan berlebihan demi untuk mencari keuntungan dan mengabaikan etika kearifan lokal itu sendiri.
Berangkat dari permasalahan di atas sudah dipastikan identitas bangsa ini mulai tergusur dari paham liberalis yang mengarahkan manusia masa kini untuk menanut budaya baru yang disebut dengan ideologi pasar yang mengedepankan kapitalisme sebagai arah dan tujuan kehidupan sosial pada negeri ini. Sehingga bisa dipastikan budaya sebagai jatidiri bangsa ini akan tergadaikan oleh kekuatan kapitalisme yang berorientasi pasar.

Minggu, 10 Juni 2018




ANCAMAN DAN PERANG ASIMETRIS

Dimensi baru dari ancaman terhadap sistem pertahanan negara adalah ancaman perang asimetris, yang dapat diartikan dari suatu model peperangan yang dikembangkan dari cara yang tidak lazim, dan di luar dari aturan peperangan yang berlaku, dengan spektrum perang yang sangat luas dan mencangkup aspek-aspek astagara (perpaduan antara trigatra-geografi, dan sumberdaya alam, dan pancagatra ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Perang asimetris selalu melibatkan peperangan antara dua aktor atau lebih dengan ciri menonjol  dari kekuatan yang tidak seimbang. Ancaman asimetris dapat dilakukan oleh aktor non-negara dengan dukungan teknologi, kemampuan finansial yang tinggi, serta kemampuan networking yang luas dan mendalam. Ancaman non-tradisional (asimetris) terjadi karena ada ketidak sejajaran antara pihak yang bertikai dimana aktor negara berhadapan dengan aktor non-negara. Kompleksitas dalam menghadapi ancaman non-tradisional (asimetris) jauh lebih tinggi dari pada menghadapi ancaman tradisional, karena gerakan aktor non-negara tidak mengenal batas-batas teri-torial suatu negara dan dilakukan di bawah tanah. Juga secara formal mereka  bukan entitas yang sejajar dengan negara, sehingga harus dihadapi oleh negara  pula.
Komponen yang berisikan ancaman asimetris pada umumnya adalah terorisme, insurjensi (separatis), operasi informasi dan ancaman lain yang tidak terdefinisikan. Akumulasi dari ancaman asimetris dapat menjurus kepada jenis peperangan  baru yang disebut peperangan asimetris, yang dapat di definisikan sebagai aksi kekerasan yang dilakukan oleh pihak yang berada pada posisi lemah terhadap  pihak yang berada di posisi kuat, dimana penyerang (pihak lemah) dapat berupa aktor negara atau aktor non-negara, mencoba untuk menghasilkan pengaruh yang mendalam disemua level peperangan baik taktis maupun strategis dengan mengerahkan keunggulan yang dimiliki serta memanfaatkan kerawanan-kerawanan atau mengeksploitasi titik-titik lemah yang ada pada pihak yang lebih kuat (negara).
Definisi lain menyebutkan bahwa peperangan asimetris adalah aplikasi lain dari strategi, taktik, pedekatan dan kapabilitas yang digunakan untuk mengaburkan atau meniadakan kekuatan pihak lawan, sementara pada sisi lain  juga memanfaatkan kelemahan pihak lawan. Prinsip dari ancaman atau perang asimetris adalah penggunaan pendekatan pendekatan non-tradisional atau yang tidak terantisipasi untuk mengikis kekuatan pihak lawan dengan mengekploitasi kerawanan-kerawanan yang ada menggunakan cara-cara atau teknologi yang tidak terduga.
Ancaman asimetris yang terjadi di negara Indonesia sampai saat ini mengarah kepada fungsi  pertahanan nir-militer NKRI, seperti gerakan / isu insurjensi (separatis), aksi terorisme, serta ancaman melalui jaringan dunia maya.

Sistem Pertahanan Militer
Pertahanan negara merupakan segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman, dengan fungsinya untuk mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah NKRI dengan segala isinya sebagai satu kesatuan pertahanan. Dalam pelaksanaannya, konsep pertahanan negara terdapat 2 (dua) fungsi utama yaitu fungsi pertahanan militer yang di lakukan oleh Tentara  Nasional Indonesia (TNI) dengan tugas melakukan operasi militer perang dan operasi militer selain perang, dan fungsi pertahanan nir-militer yang mencakup  pemberdayaan seluruh sumber daya nasional yang meliputi kekuatan pertahanan selain militer (pertahanan sipil). 
Sistem pertahanan negara yang dianut oleh NKRI adalah Sistem Pertahanan Semesta yang ditetapkan melalui UU No.3/2002 tentang Pertahanan Negara, yang dinyatakan pada Bab I Pasal 1 ayat 2 sebagai berikut : “Sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. ”Pernyataan dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pendayagunaan seluruh komponen negara dilakukan secara maksimal dalam rangka mempertahankan eksistensi negara terhadap setiap ancaman yang muncul.

Pertahanan Nir-Militer
Fungsi pertahanan nir-militer memiliki peranan dalam menghadapi ancaman terhadap negara ketika kondisi ancaman masih berupa konflik intensitas rendah, dengan penanganan yang mengedepankan pendekatan fungsional. Kekuatan  pertahanan nir-militer diwujudkan dalam Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung yang dirancang untuk menghadapi ancaman militer. Untuk pertahanan nirmiliter dalam konteks pertahanan sipil dikembangkan oleh masing-masing departemen / lembaga di luar pertahanan sesuai dengan fungsi masing-masing. Pada UU No.3/2002 tentang Pertahanan Negara pada Bab I Pasal 1 Ayat 6 dinyatakan bahwa “Komponen Cadangan adalah unsur yang terdiri atas warga negara yang telah dilatih, sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan  prasarana, serta wilayah negara yang telah dipersiapkan untuk menjadi  pengganda komponen utama melalui mobilisasi. ”kemudian Komponen Pendukung dinyatakan pada Bab I Pasal 1 Ayat 7 dengan pernyataan sebagai  berikut : “Komponen pendukung adalah sumber daya nasional yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan.”
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa fungsi pertahanan nir-militer adalah merupakan fungsi pertahanan bersifat pencegahan yang dilakukan oleh komponen masyarakat sipil beserta seluruh sumber daya nasional sesuai dengan sektor keahlian dari tiap-tiap individu, serta setiap saat dapat dimanfaatkan untuk mendukung fungsi pertahanan militer dalam menghadapi ancaman yang muncul

Ancaman Nir-militer
Ancaman nirmiliter pada hakikatnya adalah ancaman yang menggunakan faktor-faktor nir-militer yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman-ancaman terhadap pertahanan nir-militer tidak  berbentuk ancaman fisik secara langsung, sehingga tidak memungkinkan untuk di tangkal dengan menggunakan kekuatan militer / senjata. Ancaman nir-militer terhadap sistem pertahanan negara adalah ancaman yang berdimensi ideologi,  politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi informasi, dan keselamatan umum.
Ancaman berdimensi ideologi adalah ancaman yang berusaha menggunakan atau memasukkan ideologi lain selain ideologi pancasila ke dalam faham  pemikiran masyarakat umum, hal ini terlihat pada gerakan kelompok radikal yag ada di indonesia. Motif yang melatarbelakangi gerakan-gerakan tersebut dapat  berupa dalih agama, etnik, atau kepentingan rakyat. sampai saat ini masih terdapat unsur-unsur radikalisme yang menggunakan atribut keagamaan berusaha mendirikan negara dengan ideologi lain. 
Ancaman berdimensi Politik dapat terjadi dari luar negeri yang dilakukan oleh aktor negara dan aktor yang bukan negara dengan menggunakan isu-isu global sebagai kendaraan untuk menyerang atau menekan Indonesia. Pelaksanaan penegakan HAM, demokratisasi, penanganan lingkungan hidup, serta  penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan akuntabel selalu menjadi komoditas politik bagi masyarakat internasional untuk mengintervensi suatu negara. sedanagkan ancaman yang bersumber dari dalam negeri dapat berupa  penggunaan kekuatan berupa mobilisasi massa untuk menumbangkan suatu  pemerintahan yang berkuasa, atau menggalang kekuatan politik untuk melemahkan kekuasaan pemerintah.
 Ancaman berdimensi ekonomi terdiri dari 2 (dua) faktor, Internal dan ekstenal. Ancaman internal dapat berupa inflasi dan pengangguran yang tinggi, infrastruktur yang tidak memadai, penetapan sistem ekonomi yang belum jelas, ketimpangan distribusi pendapatan dan ekonomi biaya tinggi, sedangkan secara eksternal, dapat berbentuk indikator kinerja ekonomi yang buruk, daya saing rendah, ketidaksiapan menghadapi era globalisasi, dan tingkat dependensi yang cukup tinggi terhadap asing.
Ancaman berdimensi sosial budaya diusung oleh isu isu kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan ketidakadilan bila dilihat dari perspektif dalam negeri. Ancaman dari luar timbul bersamaan dengan dinamika yang terjadi dalam format globalisasi dengan melakukan penetrasi nilai-nilai budaya dari luar negeri yang dapat mempengaruhi nilai-nilai sosial dan kebuayaan asli Indonesia.
Ancaman berdimensi teknologi dan komunikasi berasal dari pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) sebagai media penghantarnya, seperti kejahatan cyber dan kejahatan perbankan. Ancaman lain adalah lambatnya  perkembangan kemajuan Iptek di Indonesia sehingga menyebabkan ketergantungan teknologi terhadap negara negara maju semakin tinggi, serta rendahnya tingkat apresiasi masyarakat terhadap produk Iptek dalam negeri.
Ancaman berdimensi keselamatan umum berasal dari bencana alam yeng terjadi di indonesia yang dapat berpotensi mengganggu stabilitas nasional,  bencana alam termasuk kedalam dimensi ancaman pertahanan nir-militer dikarenakan secara geografis indonesia berada di dalam wilayah yang rawan  bencana alam, disamping juga bencana alam yang terjadi akibat kesalahan dari manusianya sendiri.

Ancaman Insurjensi (Separatis)
Ancaman insurjensi pada intinya adalah mengarah kepada perang revolusioner, dengan poin utama adalah para pelaku insurjensi mempercayai dan memiliki suatu populasi yang mendukungnya. Separatisme merupakan ancaman asimetrik yang tertua yang ada sampai saat ini, yang intinya adalah suatu gerakan untuk mendapatkan kedaulatan dengan memisahkan suatu wilayah atau kelompok manusia (biasanya kelompok dengan kesadaran nasional yang tajam) dari satu sama lain atau menjadi suatu negara lain. Gerakan separatis biasanya berbasis nasionalisme atau kekuatan religius. Ancaman separatis di Indonesia dipengaruhi oleh faktor Internal dalam negeri Indonesia sendiri dan faktor Eksternal karena intervensi asing. Contoh dari  pengaruh eksternal terhadap separatisme di Indonesia adalah gerakan separatis Papua, diketahui bahwa pada tanggal 29 Juli 1998, 40 anggota kongres Amerika Serikat bersurat kepada Presiden Susilo Bambang Yudoyono yang isinya, antara lain meminta kepastian pembebasan segera dan tanpa syarat atas dua separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) yaitu, Filep Karma dan Yusak Pakage. 
Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi munculnya gerakan ini pada umumnya akibat dari rasa ketidakadilan, kesejahteraan yang tidak merata, intimidasi oleh aparat pemerintah dan janji-janji pemerintah pusat yang tidak terealisasi, serta keyakinan bahwa mereka mampu hidup/mengurus diri sendiri tanpa harus bargantung pada pemerintah NKRI. Hasil akhir dari ancaman separatis adalah berdirinya sebuah negara negara  berdaulat / merdeka baru yang diakui oleh dunia internasional, hal tersebut merupakan sebuah pukulan besar bagi negara yang terkena dampak separatis.
Ancaman insurjensi (separatis) di Indonesia sudah muncul sejak awal kemerdekaan seperti diketahui, seperti PKI, DI-TII, PRRI, Permesta, APRA, Andi aziz berhasil ditumpas. Timor Leste berhasil memisahkan diri dari NKRI melalui referendum pada tanggal 30 Agustus 1999 dan GAM kembali bergabung pada kedaulatan NKRI melalui MoU (Memorandum of Understanding) di Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005. Ancaman separatis masih muncul melalui OPM, RMS, dan NII. OPM masih berusaha mencari simpati dari dunia internasional dengan mendirikan kantor perwakilan di London, Inggris pada tanggal 28 April 2013 dan di Belanda pada tanggal 15 Agustus 2013.  RMS mendirikan pemerintahan pengasingan dan juga memiliki situs resmi dengan hosting-IP di Belanda. Ancaman separatis lain yang sampai saat ini “bermain” di gerakan bawah tanah (tidak menampakkan diri secara langsung) adalah NII di bawah pimpinan Panji Gumilang yang diindikasikan berpusat di  pondok Pesantren Al-Zaytun di Indramayu.

Ancaman Terorisme
Terorisme adalah perbuatan melawan hukum atau tindakan yang mengandung ancaman dengan kekerasan atau paksaan terhadap individu atau hak milik untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau masyarakat dengan tujuan politik, agama atau idiologi. Ancaman atau penggunaan kekerasan secara ilegal yang dilakukan oleh aktor non-negara baik berupa perorangan maupun kelompok untuk mencapai tujuan politis, ekonomi, religius, atau sosial dengan menyebarkan ketakutan, paksaan, atau intimidasi adalah definisi dari ancaman terorisme.
Implikasi dari isu terorisme adalah terorisme mengancam jiwa manusia dan mengancam kehormatan negara, terorisme menghadirkan ketidakpastian tentang kapan dan di mana aksi terorisme akan terjadi sehingga menuntut kesiapsiagaan kekuatan nasional untuk menghadapinya. Dalam perspektif pertahanan negara, terorisme menjadi ancaman keselamatan bangsa sehingga menjadi bagian dari tugas dan fungsi pertahanan negara. Secara politis, terorisme dapat dibagi menjadi 5 (lima) jenis, antara lain: Terorisme sosial revolusioner, Terorisme Sayap Kanan, Terorisme Nasionalis Separatis, Terorisme Ektrimis Religius, Terorisme Single-Issue. Dimana dimensi dari terorisme dapat diketahui malalui variabel dan klasifikasi sebagai berikut: Ancaman terorisme di Indonesia berawal dari kelompok DI-TII yang melakukan melakukan pengeboman di Cikini pada tanggal 30 November 1957, hingga dalam kurun 2 dasawarsa menurut data Global Terrorism Database 2007, telah terjadi total 421 kasus terorisme, dimana lebih 90 persen tindak terorisme terjadi di akhir orde baru hingga memasuki era demokrasi. 
Aksi-aksi terorisme semenjak era reformasi adalah aksi pengeboman yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, seperti bom Bali I, bom Kuningan / Kedubes Australia, bom Marriot (I), bom Bali II, bom Marriot (II), dan Ritz Carlton yang dilansir kuat dugaan di dalangi oleh kelompok JI (Jama’ah Islamiyah) yang dirintis oleh AbdullahSungkar dan Abu Bakar Ba’asyir pada tahun 1993, dengan anggota JI yang berperan sebagai otak aksi teror bom seperti Hambali, Mukhlas, Amrozi, Ali Imron, Zulkarnaen, Faturrahman al-Ghozi, Umar Patek, Dulmatin, Imam Samudra, Dr.Azhari, serta Noordin M. Top. Ancaman terorisme terikini yang terjadi di indonesia adalah teror terhadap institusi Polri dengan aksi penembakan terhadap aparat kepolisian yang dimulai pada pertengahan tahun lalu. Hingga 13 Mei 2018 pemboman di tiga gereja di Surabaya, dengan berbagai motif yang sulit ditafsirkan ntah terosis atau bukan. Dari pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ancaman terorisme di Indonesia berimplikasi terhadap ancaman ideologi yang bermuara dari rasa ketidakpuasan para pelaku terhadap situasi kehidupan sosial yang ada.

Ancaman Teknologi Informasi dan Komunikasi
Merupakan jenis ancaman terhadap pertahanan indonesia yang dilakukan dengan menggunakan media teknologi informasi dan komunikasi (TIK), ancaman tersebut dapat menyentuh keseluruh dimensi pertahanan NKRI, baik militer maupun nir-militer, karena tidak tergantung pada dimensi jarak, ruang, dan waktu. Ancaman melalui TIK dapat masuk ke dalam dimensi ideologi, politik,ekonomi, sosial-budaya, maupun pertahanan dan keamanan. Implikasi dari ancaman TIK adalah perang informasi yang pada saat ini adalah merupakan jenis peperangan yang paling sering terjadi di berbagai penjuru dunia. Perang informasi adalah keterpaduan / sinkronisasi dari aksi virtual dan fisik yang dilakukan baik oleh negara, organisasi, maupun individu agar obyek dan tujuan yang diinginkan dapat tercapai dan terus terjaga, dimana pada sisi lain secara simultan mencegah kompetitor atau pihak lawan melakukan hal yang sama. 
Cakupan TIK dalam dimensi ancaman asimetris digolongkan menjadi  beberapa jenis ancaman, seperti : serangan terhadap infrastruktur, desepsi (pengaburan), perang elektronik, operasi psikologis. Serangan terhadap infrasturtur lebih dikenal dengan sebutan “cyber war” karena menggunakan peralatan elektronik dan komputer untuk menghancurkan atau mengganggu peralatan elektronik dan jalur komunikasi pihak yang diserang, pelaku dari “cyber war” biasa disebut dengan hacker/peretas. Desepsi termasuk kedalam bagian ancaman TIK karena merupakan usaha menyamarkan atau mengaburkan informasi dan komunikasi dengan tujuan untukn menyesatkan pihak lawan. Dari sisi pihak yang lemah, pada umumnya menggunakan desepsi sebagai alat perang dalam rangka mengukur dan meminimalisir resiko peperangan, serta berusaha untuk mengarahkan lawan agar melakukan kesalahan.
Perang elektronik merupakan ancaman TIK yang bertujuan untuk menghambat aliran informasi dengan mengganggu sinyal elektronik yang ada  pada jalur lalulintas informasi. Proses gangguan elektronis tersebut biasa di istilahkan dengan “jamming”. Operasi psikologis merupakan salah satu ancaman TIK yang menggunakan informasi untuk menguasai pemikiran manusia. Target dari operasi psikologis adalah pembentukan opini, emosi, sikap, dan perilaku dari lawan, aliansi, maupun masyarakat umum, termasuk memanipulasi persepsi. Ancaman TIK merupakan ancaman yang datang dari dunia virtual yang dapat mengancam eksistensi kehidupan di dunia nyata, actor-aktor dari dunia virtual dapat berupa individu, komunitas virtual, institusi, pasar, maupuan organisasi yang berbasis jaringan digital.
Berdasarkan data hasil laporan situasi dan kondisi internet pada kuartal ke dua tahun 2013, Indonesia berada di urutan pertama yang menyumbang serangan di dunia maya berdasarkan alamat IP yang terlacak. Dari 175 negara di dunia yang masuk dalam penelitian tersebut, 38 % serangan di dunia maya berasal dari Indonesia. Meningkat 17 % dari kuartal pertama tahun 2013, menggeser negara China yang sebelummnya menjadi TOP negara paling banyak melakukan serangan cyber. Korban dari penyerangan di dunia maya yang berasal dari Indonesia adalah perusahaan-perusahaan besar dan toko online yang kebanyakan  berada di Asia Pasifik dan Amerika

Hal yang perlu di perhatikan dalam upaya pencegahan terhadap ancaman asimetris adalah dengan memaksimalkan peran serta komunitas intelijen untuk bergerak sesuai dengan bidang keahlian masing-masing agar dapat mengoptimalkan daya tangkal dan deteksi dini terhadap ancaman yang dapat  berpotensi mengganggu kedaulatan negara dan stabilitas nasional.
Sistem pertahanan semesta yang dianut oleh NKRI mewajibkan bagi seluruh komponen bangsa untuk ikut berpartisipasi dalam usaha mempertahankan kedaulatan negara dari segala jenis ancaman yang menyertainya. Peranan masyarakat sipil pada sistem pertahanan semesta sangat berguna sebagai unsur  pelengkap / pendukung dari unsur militer yang terdefinisi sebagai komponen cadangan dan komponen pendukung. Peran fungsi nir-militer dalam menghadapi ancaman insurjensi (separatis) yang masih berpotensi untuk menjadi besar adalah dengan usaha mengenali kembali secara lebih dalam nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila, meningkatkan kebanggaan rakyat Indonesia sebagai bangsa yang bersatu dalam wadah NKRI yang berlandaskan Bhinneka Tunggal Ika. 
Bagi pemerintah indonesia usaha yang dilakukan adalah dengan memperhatian asas kesamarataan dengan mengacu kepada faktor geografi, demografi, kekayaan alam, ekonomi,  politik, dan sosial budaya yang terdapat pada setiap wilayah di indonesia, melakukan sosialisasi yang tepat guna terkait UU Otonomi Daerah kepada masyarakat untuk menciptakan kesamaan persepsi, dan bagi lingkungan  pendidikan dan masyarakat agar berusaha untuk selalu menekan budaya  primordialisme yang menjadi salah satu akar dari insrujensi / separatis / disintegrasi. Upaya fungsi nir-militer dalam pencegahan ancaman terorisme dapat  bermula dari peran serta para pemuka agama yang pada setiap syiar agama yang dilakukan untuk selalu menanamkan sifat toleransi dalam kehidupan bermasyarakat, peran aktif kewaspadaan masyarakat untuk melaporkan kepada  pihak yang berwajib aktifitas setiap individu / organisasi yang dinililai tidak sesuai dengan kultur setempat sebagai upaya deteksi dini, peran aktif pemerintah untuk memberikan pengertian kepada masyarakat terhadap isu-isu SARA yang  berkembang di dunia internasional, memperkecil komunitas masyarakat yang mendukung pola pikir terorisme, serta peran lembaga pendidikan dan masyarakat untuk bisa menekan faham etnosentrisme di indonesia. 
Pencegahan terhadap ancaman melalui teknologi informasi dan komunikasi dapat dilakukan penanaman nilai-nilai kesadaran bela negara terhadap para  penggiat dunia maya, meningkatkan kemampuan masyarakat terhadap TIK agar dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan TIK di dunia, mempercepat kemampuan daya saing teknologi untuk mengurangi ketergantungan teknologi dari negara lain, meningkatkan kesadaran pengamanan TIK di masyarakat, serta bagi pemerintah adalah dengan mendirikan divisi atau institusi keamanan cyber yang terdiri dari segenap unsur masyarakat, baik aparat hukum maupun individu-individu dari komunitas cyber yang bergerang di bidang pengamanan TIK.



Daftar Pustaka
ANdriadi Fayakhun: Demokrasi ditangan Netizen, Tantangan prospek demokrasi digital.
Syah Putra Dedi Kurnia: Komunikasi CSR Politik, Membangun Etika Dan Estetika PR Politik
Nasrullah Rusli: Teori dan Riset Media Siber
Anjar Simanjutak Dahnil: Nalar Politik Rente



Sabtu, 02 Juni 2018

MEREKA TERLUPAKAN


Saya tidak melihat ambisinya sebagai pemimpin, tapi ketulusan adatnya yang sangat luar biasa (sambutan raja Maur). Apa yang ditampakan pada momentum (18/11) pengukuhan bukanlah eforia semata tapi sebuah keharusan yang terlahir dari kesadaran penuh ketulusan demi meletakan budaya dan tradisi pada posisi yang sebenarnya. sebagai mana filosofi dudinloi letintub,, "hubungan sesama manusia dengan kesadaran keyakinan pada tuhan". Dari kekuatan itulah kita hidup berdampingan sesama manusia penuh hubungan yang tercipta keharmonisan antarsesama.

105 tahun (satu abad) bukanlah waktu yang singkat, tapi dengan kekuasaan tuhan, semua bisa kembali dengan semua,, waktu yang begitu lama, tdk ada dalam diri mereka kata ambisius untuk merebut kembali apa yang menjadi hak mereka, tpi dgn bermodalkan keyakinan yang tinggi, bahwa yang hak adalah hak, dan batil adalah batil, dengan keyakinan dan semangat itulah mereka bertahan dalam ujian dan cobaan terhadap mereka sebagai jiwa yang memiliki kasatria dalam medan perpolitika kekuasaan yang bertahun2 lamanya, dan akhirnya mereka dengan jiwa yang tenang tanpa ragu dengan kebenaran semua akan kembali pada tempatnya.

Mereka tidak hadir atas dominasi gemuruh suara teriakan demokrasi, tapi mereka suda ada sejak jaman 1612 pada saat mereka tiba di tanah el futel kubtel saat itu, mereka dihargai sebagai penguasa wear ohoi tel, bukan karena tidak ada sebab akibat, tapi narasi kekuasan yang didasari atas pengakuan wilayah renad mem dan rena mam, adalah dua wilay sebagai penghempit wear ohoi tel mengakui keberadaan mereka dengan berbagai bukti arkiolog yang nyata, tanpa ada rekayasa, semua bukti itu bukan tidak memiliki narasi, tapi dilengkapi dengan berbagai dalil yang bersumber pada pihak luar,,,

Oh datuk2 andania, engkau keluar dari bumi andansari menuju tanah evav bukanlah atas pelarian, tapi atas dasar keyakinan dn ketauhidan yang sejati,, oh datuk kapitan Sairfofan, kalian sangat luar bisa, kalian telah membuktikan kasatrian kalian pada wilayah yang berbeda. Dengan semua perjuangan dakwah kalian, sampai saat ini semua suda merasakan manfaat perjuangan kalian,,, kalian tidak pernah berfikir untuk diri sendiri tapi demi kemaslahatan org banyak adalah misi agung kalian,,,
Alfatiha tuk pada datuk2ku

Jumat, 01 Juni 2018

BERBALAS PUISI

Aku tak tau sari konde yang dimaksudkan ibu sukmawati,,,

karena yang ku tau Indonesia memiliki salah satu sari konde yang indah adalah sariatnya bercadar bagi kaum muslimah,,

Keindahan yang elok karena cahayanya Islam nusantara,,,

Dahulu suara gemuruh yang melandasi semangat mengusir kaum penjaja,,,,,

bukanlah suara picik dari ibu sukmawati, tapi suara adjan dan takbir yang terus di gelorakan para pendahulu negeri ini,,,

Oh ibu negeriku,, Ku yakin engkau pasti menangis terseduh-seduh mendengar puisi dari anak sang proklamator itu,,

Akupun tak kuasa mendengar puisi yang penuh picik dan merendahkan syariat Islam,,
Kini engkau berdalih tanpa beban "lihatlah orang2 timur yang tak tau syariat",,,

oh,,, sungguh sangat disayangkan,,, bukankah matahari Islam terbit dari ufuk timur,,,, yang menandakan timur menyimpan se-gudang peradaban Islam yang di lestarikan hingga saat ini,,

Ibu sukmawati,,, alibihmu sangat mengusik hati dan pikiran kami, di mana engkau merendahkan kami dari timur dengan tidak tau syariat Islam,,,

Coba engkau tengok dan lihat dengan kerendahan hatimu, bahwa timur bukanlah seperti yang engkau fikirkan,,,

Terimakasi

BEREBUT SUARA PEMILIH DI PILKADA MALUKU


Samdar Rery
Perna dimuat di Berita Radar Indonesia (08/03/2018
Tak lama lagi kita telah memasuki pemelihan kepala daerah serentak di 171 daerah. Semua tahapan mulai dari pendaftaran calon, penetapan calon hingga masuk pada tahapan kampanye yang sesuai dengan jawal KPU secara nasional telah dilalui oleh pasangan calon yang telah lolos administrasi KPUD di masing-masing daerah.
Adapun dari ketiga paslon yang akan bertarung kali ini di Maluku sesuai dengan penetapan nomor urut oleh KPUD adalah nomor urut satu yakni paslon Said Assegaf – Andreas Rentanubun dengan akronim SANTUN, nomor urut dua Murat Ismali – Barnabas Orno dengan akronim BAILEO, dan nomor urut tiga Herman Adrian Kudubun akronim HEBAT.
Uniknya salah satu dari ketiga paslon ini yang maju lewat jalur perseorangan adalah pasangan nomor tiga yakni paslon HEBAT. Dengan lolos ferifikasi factual 145.414 persen melebihi syarat dari KPU 122.895 persen.
Memasuki tahapan kampanye saat ini di Maluku telah memberikan potret beragam langkah yang dijalankan para tim paslon untuk merebut hati pemilih, kini membuat perbincangan pilkada Maluku semakin gegap gempita memasuki titik kulminasi pertarungan.
Maluku dengan jumlah pemilih 122.895 pemilih yang tersebar di 11 kabupaten kota bukan berarti hal mudah untuk memenangkan kontestasi demokrasi electoral, disini masing-masing paslon dibutuhkan strategi yang mapan dan terpola untuk bisa merahi hati pemilih.
Masing-masing dari ketiga paslon ini tentu memilik strategi yang berbeda dalam memperebutkan dukungan dari masyarakat terutama bagaimana caranya mereka bisa mendulang suara di daerah yang menjadi lumbung suara yang menjadi potensi kemenangan.
Kondisi geografis yang juga merupakan tantangan tersendiri bagi masing-masing paslon untuk menerobos daerah – daerah yang menjadi lumbung penentu kemenangan. Disini dari ketiga paslon memang memiliki strategi masing-masing dalam mengatasi masalah seperti ini, walaupun tidak sedikit biaya yang dikeluarkan, karena itu merupakan konsekwensi politik yang harus diperhitungkan masing-masing paslon.
Lembaga survey Media Riset Strategi Bedah Nusantara merilis data pada 11 Januari 2018 kemarin untuk ketiga paslon yakni SANTUN 39,16 persen disusul paslon HEBAT 31,48 persen kemudia paslon BAILEO 19,17 persen, dan belum menentukan pilihan 10,19 persen.
Juga ada temuan lain dari Media Riset Strategi Bedah Nusantara bahwa jumlah daftar pemilih telah menentukan pilihannya 83,79 persen dan belum menentukan pilihannya 16,21 persen. ini menandakan bahwa masi ada ceruk untuk diperebukan oleh masing-masing paslon dengan angka yang cukup mempengaruhi kemenangan.
Dari hasil survey tersebut kita bisa dapat menyimpulkan bahwa paslon mana yang bisa menyaingi petaha, bahkan sangat berpotensi ada warga Maluku menginginkan wajah pemimpin baru 5 tahun kedepan.
Incumbent dengan hegomoni kekuasaan yang dimiliki bisa dapat mempengaruhi pemilih yang suda tersegmentasi dengan hegomoni kekuasaan yang ada, akan tetapi perjalanan 5 tahun juga menjadi pesan kampaye apakah bisa diterima rakyat atau tidak.
Juga ada paslon yang memang suda teruji kekuatan elektoralnya pada pilkada 2013, seperti Herman Adrian Kudubun, dan Abd Vanat, kedua figure ini berkoalisi dengan akronim pasangan HEBAT
Paslon HEBAT yakni Herman 2013, putaran pertama menang di 6 kabupaten kota (Ambon, Bursel, Malra MBD, MTB Aru) dan Vanat menang di 3 kabupaten (SBT, SBB, Malteng) walaupun kedua figure ini tidak lolos.
Namun kita bisa melihat polarisasi dukungan saat ini menunjukan ada basis ideologs dari kedua kandidat ini masi ada, juga bisa dilihat sesuai hasil survey yang ada dan lolos ferifikasi factual di KPUD.
Sementara paslon BAILEO juga memiliki kekuatan untuk mengimbangi kedua kandat yakni HEBTA dan SANTUN, diman paslon BAILEO yang wakilnya Barnabas Orno dua periode jadi bupati MBD dan Murat Ismai sebagai mantan kapolda Maluku yang memiliki relasi yang baik di pusat
Kedua kandidat ini diyakini sebagai penentang petahana karena di usung oleh 9 parpol (PDIP, PAN, GERINDRA, PPP, PKB, PKPI dan satu partai pendukung yakni perindo) yang memiliki basis yang rill di dan tersebar di 11 kabupaten kota.
Penetrasi Isu Politik
Proses peneguhan politik berbasis sosiologis seperti organisasi formal dan informal telah membuat pemilih dalam jaringan sosial yang memungkinkan terjadinya proses mobilisasi politik dan menyebabkan warga lebih terlibat.
Organisasi sosial seperti jaringan primordial atau identitas berbasis agama, kedaerahan, dan komunitas lainnya digarap oleh paslon, juga dapat memberikan efek polarisasi dukungan kepada paslon. Artinya dari pemanfaatan kekuatan berbasis organisasi primordial ini juga turut mendorong keaktifan warga dalam berpolitik.
Dari pemanfaatan jaringan sosial sebenarnya suda menunjukan polarisasi dukungan pada ketiga pasangan calon yang ada, ketika kita mencermati paslon mana yang lebih masif menggarap organisasi formal maupun informal.
Mencermati beberapa isu yang berbasis primordial atau politik identitas selalu dimasifkan disemua kanal media, mulai dari media arus utama hingga menyeruak di media sosial memberitkan efek tersendiri terhadap polarisasi dukungan terhadap pasangan tertentu.
Para penganut model sosiologi ini yakin bahwa seseorang pemilih memilih pasangan calon karena adanya kesamaan diantara karakteristik sosiologis pemilih dan karakteristik calon.
Platform ini mungkin tidak menjadi faktor penentu, akan tetapi sentimen agama, etnik, suku, ras, dan kedaerahan membuat polarisasi dukungan itu tetap ada sejak paslon dan tim mampu mengelolah itu dengan baik.
Walaupun tidak semua warga Maluku masuk dalam jaringan sosial akan tetapi ada juga karena mereka ingin berpartisipasi karena ada sentiment politik identitas yang mempengaruhi sikap warga.
Disini perlu dipahami bahwa karakteristik pemilih warga Maluku masi didominasi pemilih tradisional, dimana pemilih tradisional kebanyakan tersegmentasi dengan faktor agama, etnis, budaya, dan faktor kedaeran. Dari sini kita bisa menyimpulkan paslon mana yang mendominasi faktor-faktor tersebut.
Sehingga dengan adanya pemilih kultural memiliki kecendrungan tinggi untuk memilih paslon yang memiliki kesamaan, baik kesamaan agama, etnis, budaya, dan sedaerah.
Menakar Kognisi Pemilih dan Paslon
Informasi politik membuat warga Maluku memiliki informasi cukup memadai tentang para paslon, sehingga warga Maluku terlibat untuk memutuskan siapa yang akan dipilih. Faktor psikologis ini membangun presepsi dan sikap partisan seseorang karena proses sosialisasi politik yang dialaminya.
Selain itu perjuangan merebut hati dan simpatisan warga Maluku juga sangat dipengaruhi faktor egosentris, sosiotropik, retrospektif, dan prospektif yang lajimnya ada dalam model rasional.
Faktor egosentris, warga biasanya mengevaluasi kondisi dirinya ditengah beragam persoalan di Maluku yang sedemikian kompleks. Sehingga menjadi bahan evaluasi pada pemilih dan meberikan efek pada tingkat penerimaan dan keterpilihan pemilih terhadap paslon.
Faktor sosiotropik, evaluasi umum atas keadaan di Maluku yang terjadi saat ini, misalnya evaluasi keadaan ekonomi dan kesejahtraan sosial serta pengaruhnya pada warga Maluku.
Faktor retrospektif, juga memikirkan apa yang suda dikerjakan paslon atau dijanjikan para paslon. Disini pemilih akan membandingkan dengan masa lalunya masing-masing. Apa yang suda dilakukan paslon.
Dalam konteks Maluku saat ini posisi petahana, kita sulit menafsirkan basis keberhasilan yang diraih, karna arus informasi mulai beragam mucul di berbagai kanal media, baik berita hoax atau berita negatif bahkan isu-isu rumor, mengigat selama menjabat di periode pertama bisa menjadi pesan kampanye bernilai positif bagi masyarakat atau tidak.
Sementara itu, penentang dari kedua paslon lainnya yakni paslon nomor urut 2 dan 3 akan berjibaku meyakinkan janji-jani politiknya yang rasional dan terukur agar pemilih warga Maluku melihatnya ada prospek pada dirinya untuk memimpin 5 tahun kedepan.
Faktor prospektif, terkait bagaimana cara paslon memperbaiki keadaan. Paslon berupaya mengkomunikasikan program-program kerja secara rasional dan muda dipahami dengan baik, sehingga warga mudah terkognisi dan bisa menerima pesan-pesan kampanye tersebut.
Pertarungan pilkada Maluku 2018 ini memang semakin menegangkan, sehingga ini menjadi tanggung jawab ketiga paslon dengan timnya untuk sama-sama memberikan pesan-pesan politik yang baik, sehingga demokrasi electoral kali ini bisa memberikan hasil yang baik tanpa ada konflik horizontal yang mengorbankan rakyat.

DIES NATALIS GMNI ke 66

REFLEKSI HARI LAHIR GMNI Kita harus berani mengoreksi diri dengan cara menghilangkan praktik-praktik yang mengkhianati prinsip Bhinneka...