Minggu, 10 Juni 2018




ANCAMAN DAN PERANG ASIMETRIS

Dimensi baru dari ancaman terhadap sistem pertahanan negara adalah ancaman perang asimetris, yang dapat diartikan dari suatu model peperangan yang dikembangkan dari cara yang tidak lazim, dan di luar dari aturan peperangan yang berlaku, dengan spektrum perang yang sangat luas dan mencangkup aspek-aspek astagara (perpaduan antara trigatra-geografi, dan sumberdaya alam, dan pancagatra ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Perang asimetris selalu melibatkan peperangan antara dua aktor atau lebih dengan ciri menonjol  dari kekuatan yang tidak seimbang. Ancaman asimetris dapat dilakukan oleh aktor non-negara dengan dukungan teknologi, kemampuan finansial yang tinggi, serta kemampuan networking yang luas dan mendalam. Ancaman non-tradisional (asimetris) terjadi karena ada ketidak sejajaran antara pihak yang bertikai dimana aktor negara berhadapan dengan aktor non-negara. Kompleksitas dalam menghadapi ancaman non-tradisional (asimetris) jauh lebih tinggi dari pada menghadapi ancaman tradisional, karena gerakan aktor non-negara tidak mengenal batas-batas teri-torial suatu negara dan dilakukan di bawah tanah. Juga secara formal mereka  bukan entitas yang sejajar dengan negara, sehingga harus dihadapi oleh negara  pula.
Komponen yang berisikan ancaman asimetris pada umumnya adalah terorisme, insurjensi (separatis), operasi informasi dan ancaman lain yang tidak terdefinisikan. Akumulasi dari ancaman asimetris dapat menjurus kepada jenis peperangan  baru yang disebut peperangan asimetris, yang dapat di definisikan sebagai aksi kekerasan yang dilakukan oleh pihak yang berada pada posisi lemah terhadap  pihak yang berada di posisi kuat, dimana penyerang (pihak lemah) dapat berupa aktor negara atau aktor non-negara, mencoba untuk menghasilkan pengaruh yang mendalam disemua level peperangan baik taktis maupun strategis dengan mengerahkan keunggulan yang dimiliki serta memanfaatkan kerawanan-kerawanan atau mengeksploitasi titik-titik lemah yang ada pada pihak yang lebih kuat (negara).
Definisi lain menyebutkan bahwa peperangan asimetris adalah aplikasi lain dari strategi, taktik, pedekatan dan kapabilitas yang digunakan untuk mengaburkan atau meniadakan kekuatan pihak lawan, sementara pada sisi lain  juga memanfaatkan kelemahan pihak lawan. Prinsip dari ancaman atau perang asimetris adalah penggunaan pendekatan pendekatan non-tradisional atau yang tidak terantisipasi untuk mengikis kekuatan pihak lawan dengan mengekploitasi kerawanan-kerawanan yang ada menggunakan cara-cara atau teknologi yang tidak terduga.
Ancaman asimetris yang terjadi di negara Indonesia sampai saat ini mengarah kepada fungsi  pertahanan nir-militer NKRI, seperti gerakan / isu insurjensi (separatis), aksi terorisme, serta ancaman melalui jaringan dunia maya.

Sistem Pertahanan Militer
Pertahanan negara merupakan segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari segala bentuk ancaman, dengan fungsinya untuk mewujudkan dan mempertahankan seluruh wilayah NKRI dengan segala isinya sebagai satu kesatuan pertahanan. Dalam pelaksanaannya, konsep pertahanan negara terdapat 2 (dua) fungsi utama yaitu fungsi pertahanan militer yang di lakukan oleh Tentara  Nasional Indonesia (TNI) dengan tugas melakukan operasi militer perang dan operasi militer selain perang, dan fungsi pertahanan nir-militer yang mencakup  pemberdayaan seluruh sumber daya nasional yang meliputi kekuatan pertahanan selain militer (pertahanan sipil). 
Sistem pertahanan negara yang dianut oleh NKRI adalah Sistem Pertahanan Semesta yang ditetapkan melalui UU No.3/2002 tentang Pertahanan Negara, yang dinyatakan pada Bab I Pasal 1 ayat 2 sebagai berikut : “Sistem pertahanan negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman. ”Pernyataan dari pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pendayagunaan seluruh komponen negara dilakukan secara maksimal dalam rangka mempertahankan eksistensi negara terhadap setiap ancaman yang muncul.

Pertahanan Nir-Militer
Fungsi pertahanan nir-militer memiliki peranan dalam menghadapi ancaman terhadap negara ketika kondisi ancaman masih berupa konflik intensitas rendah, dengan penanganan yang mengedepankan pendekatan fungsional. Kekuatan  pertahanan nir-militer diwujudkan dalam Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung yang dirancang untuk menghadapi ancaman militer. Untuk pertahanan nirmiliter dalam konteks pertahanan sipil dikembangkan oleh masing-masing departemen / lembaga di luar pertahanan sesuai dengan fungsi masing-masing. Pada UU No.3/2002 tentang Pertahanan Negara pada Bab I Pasal 1 Ayat 6 dinyatakan bahwa “Komponen Cadangan adalah unsur yang terdiri atas warga negara yang telah dilatih, sumber daya alam, sumber daya buatan, sarana dan  prasarana, serta wilayah negara yang telah dipersiapkan untuk menjadi  pengganda komponen utama melalui mobilisasi. ”kemudian Komponen Pendukung dinyatakan pada Bab I Pasal 1 Ayat 7 dengan pernyataan sebagai  berikut : “Komponen pendukung adalah sumber daya nasional yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan.”
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa fungsi pertahanan nir-militer adalah merupakan fungsi pertahanan bersifat pencegahan yang dilakukan oleh komponen masyarakat sipil beserta seluruh sumber daya nasional sesuai dengan sektor keahlian dari tiap-tiap individu, serta setiap saat dapat dimanfaatkan untuk mendukung fungsi pertahanan militer dalam menghadapi ancaman yang muncul

Ancaman Nir-militer
Ancaman nirmiliter pada hakikatnya adalah ancaman yang menggunakan faktor-faktor nir-militer yang dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. Ancaman-ancaman terhadap pertahanan nir-militer tidak  berbentuk ancaman fisik secara langsung, sehingga tidak memungkinkan untuk di tangkal dengan menggunakan kekuatan militer / senjata. Ancaman nir-militer terhadap sistem pertahanan negara adalah ancaman yang berdimensi ideologi,  politik, ekonomi, sosial budaya, teknologi informasi, dan keselamatan umum.
Ancaman berdimensi ideologi adalah ancaman yang berusaha menggunakan atau memasukkan ideologi lain selain ideologi pancasila ke dalam faham  pemikiran masyarakat umum, hal ini terlihat pada gerakan kelompok radikal yag ada di indonesia. Motif yang melatarbelakangi gerakan-gerakan tersebut dapat  berupa dalih agama, etnik, atau kepentingan rakyat. sampai saat ini masih terdapat unsur-unsur radikalisme yang menggunakan atribut keagamaan berusaha mendirikan negara dengan ideologi lain. 
Ancaman berdimensi Politik dapat terjadi dari luar negeri yang dilakukan oleh aktor negara dan aktor yang bukan negara dengan menggunakan isu-isu global sebagai kendaraan untuk menyerang atau menekan Indonesia. Pelaksanaan penegakan HAM, demokratisasi, penanganan lingkungan hidup, serta  penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan akuntabel selalu menjadi komoditas politik bagi masyarakat internasional untuk mengintervensi suatu negara. sedanagkan ancaman yang bersumber dari dalam negeri dapat berupa  penggunaan kekuatan berupa mobilisasi massa untuk menumbangkan suatu  pemerintahan yang berkuasa, atau menggalang kekuatan politik untuk melemahkan kekuasaan pemerintah.
 Ancaman berdimensi ekonomi terdiri dari 2 (dua) faktor, Internal dan ekstenal. Ancaman internal dapat berupa inflasi dan pengangguran yang tinggi, infrastruktur yang tidak memadai, penetapan sistem ekonomi yang belum jelas, ketimpangan distribusi pendapatan dan ekonomi biaya tinggi, sedangkan secara eksternal, dapat berbentuk indikator kinerja ekonomi yang buruk, daya saing rendah, ketidaksiapan menghadapi era globalisasi, dan tingkat dependensi yang cukup tinggi terhadap asing.
Ancaman berdimensi sosial budaya diusung oleh isu isu kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, dan ketidakadilan bila dilihat dari perspektif dalam negeri. Ancaman dari luar timbul bersamaan dengan dinamika yang terjadi dalam format globalisasi dengan melakukan penetrasi nilai-nilai budaya dari luar negeri yang dapat mempengaruhi nilai-nilai sosial dan kebuayaan asli Indonesia.
Ancaman berdimensi teknologi dan komunikasi berasal dari pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) sebagai media penghantarnya, seperti kejahatan cyber dan kejahatan perbankan. Ancaman lain adalah lambatnya  perkembangan kemajuan Iptek di Indonesia sehingga menyebabkan ketergantungan teknologi terhadap negara negara maju semakin tinggi, serta rendahnya tingkat apresiasi masyarakat terhadap produk Iptek dalam negeri.
Ancaman berdimensi keselamatan umum berasal dari bencana alam yeng terjadi di indonesia yang dapat berpotensi mengganggu stabilitas nasional,  bencana alam termasuk kedalam dimensi ancaman pertahanan nir-militer dikarenakan secara geografis indonesia berada di dalam wilayah yang rawan  bencana alam, disamping juga bencana alam yang terjadi akibat kesalahan dari manusianya sendiri.

Ancaman Insurjensi (Separatis)
Ancaman insurjensi pada intinya adalah mengarah kepada perang revolusioner, dengan poin utama adalah para pelaku insurjensi mempercayai dan memiliki suatu populasi yang mendukungnya. Separatisme merupakan ancaman asimetrik yang tertua yang ada sampai saat ini, yang intinya adalah suatu gerakan untuk mendapatkan kedaulatan dengan memisahkan suatu wilayah atau kelompok manusia (biasanya kelompok dengan kesadaran nasional yang tajam) dari satu sama lain atau menjadi suatu negara lain. Gerakan separatis biasanya berbasis nasionalisme atau kekuatan religius. Ancaman separatis di Indonesia dipengaruhi oleh faktor Internal dalam negeri Indonesia sendiri dan faktor Eksternal karena intervensi asing. Contoh dari  pengaruh eksternal terhadap separatisme di Indonesia adalah gerakan separatis Papua, diketahui bahwa pada tanggal 29 Juli 1998, 40 anggota kongres Amerika Serikat bersurat kepada Presiden Susilo Bambang Yudoyono yang isinya, antara lain meminta kepastian pembebasan segera dan tanpa syarat atas dua separatis Organisasi Papua Merdeka (OPM) yaitu, Filep Karma dan Yusak Pakage. 
Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi munculnya gerakan ini pada umumnya akibat dari rasa ketidakadilan, kesejahteraan yang tidak merata, intimidasi oleh aparat pemerintah dan janji-janji pemerintah pusat yang tidak terealisasi, serta keyakinan bahwa mereka mampu hidup/mengurus diri sendiri tanpa harus bargantung pada pemerintah NKRI. Hasil akhir dari ancaman separatis adalah berdirinya sebuah negara negara  berdaulat / merdeka baru yang diakui oleh dunia internasional, hal tersebut merupakan sebuah pukulan besar bagi negara yang terkena dampak separatis.
Ancaman insurjensi (separatis) di Indonesia sudah muncul sejak awal kemerdekaan seperti diketahui, seperti PKI, DI-TII, PRRI, Permesta, APRA, Andi aziz berhasil ditumpas. Timor Leste berhasil memisahkan diri dari NKRI melalui referendum pada tanggal 30 Agustus 1999 dan GAM kembali bergabung pada kedaulatan NKRI melalui MoU (Memorandum of Understanding) di Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005. Ancaman separatis masih muncul melalui OPM, RMS, dan NII. OPM masih berusaha mencari simpati dari dunia internasional dengan mendirikan kantor perwakilan di London, Inggris pada tanggal 28 April 2013 dan di Belanda pada tanggal 15 Agustus 2013.  RMS mendirikan pemerintahan pengasingan dan juga memiliki situs resmi dengan hosting-IP di Belanda. Ancaman separatis lain yang sampai saat ini “bermain” di gerakan bawah tanah (tidak menampakkan diri secara langsung) adalah NII di bawah pimpinan Panji Gumilang yang diindikasikan berpusat di  pondok Pesantren Al-Zaytun di Indramayu.

Ancaman Terorisme
Terorisme adalah perbuatan melawan hukum atau tindakan yang mengandung ancaman dengan kekerasan atau paksaan terhadap individu atau hak milik untuk memaksa atau mengintimidasi pemerintah atau masyarakat dengan tujuan politik, agama atau idiologi. Ancaman atau penggunaan kekerasan secara ilegal yang dilakukan oleh aktor non-negara baik berupa perorangan maupun kelompok untuk mencapai tujuan politis, ekonomi, religius, atau sosial dengan menyebarkan ketakutan, paksaan, atau intimidasi adalah definisi dari ancaman terorisme.
Implikasi dari isu terorisme adalah terorisme mengancam jiwa manusia dan mengancam kehormatan negara, terorisme menghadirkan ketidakpastian tentang kapan dan di mana aksi terorisme akan terjadi sehingga menuntut kesiapsiagaan kekuatan nasional untuk menghadapinya. Dalam perspektif pertahanan negara, terorisme menjadi ancaman keselamatan bangsa sehingga menjadi bagian dari tugas dan fungsi pertahanan negara. Secara politis, terorisme dapat dibagi menjadi 5 (lima) jenis, antara lain: Terorisme sosial revolusioner, Terorisme Sayap Kanan, Terorisme Nasionalis Separatis, Terorisme Ektrimis Religius, Terorisme Single-Issue. Dimana dimensi dari terorisme dapat diketahui malalui variabel dan klasifikasi sebagai berikut: Ancaman terorisme di Indonesia berawal dari kelompok DI-TII yang melakukan melakukan pengeboman di Cikini pada tanggal 30 November 1957, hingga dalam kurun 2 dasawarsa menurut data Global Terrorism Database 2007, telah terjadi total 421 kasus terorisme, dimana lebih 90 persen tindak terorisme terjadi di akhir orde baru hingga memasuki era demokrasi. 
Aksi-aksi terorisme semenjak era reformasi adalah aksi pengeboman yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia, seperti bom Bali I, bom Kuningan / Kedubes Australia, bom Marriot (I), bom Bali II, bom Marriot (II), dan Ritz Carlton yang dilansir kuat dugaan di dalangi oleh kelompok JI (Jama’ah Islamiyah) yang dirintis oleh AbdullahSungkar dan Abu Bakar Ba’asyir pada tahun 1993, dengan anggota JI yang berperan sebagai otak aksi teror bom seperti Hambali, Mukhlas, Amrozi, Ali Imron, Zulkarnaen, Faturrahman al-Ghozi, Umar Patek, Dulmatin, Imam Samudra, Dr.Azhari, serta Noordin M. Top. Ancaman terorisme terikini yang terjadi di indonesia adalah teror terhadap institusi Polri dengan aksi penembakan terhadap aparat kepolisian yang dimulai pada pertengahan tahun lalu. Hingga 13 Mei 2018 pemboman di tiga gereja di Surabaya, dengan berbagai motif yang sulit ditafsirkan ntah terosis atau bukan. Dari pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa ancaman terorisme di Indonesia berimplikasi terhadap ancaman ideologi yang bermuara dari rasa ketidakpuasan para pelaku terhadap situasi kehidupan sosial yang ada.

Ancaman Teknologi Informasi dan Komunikasi
Merupakan jenis ancaman terhadap pertahanan indonesia yang dilakukan dengan menggunakan media teknologi informasi dan komunikasi (TIK), ancaman tersebut dapat menyentuh keseluruh dimensi pertahanan NKRI, baik militer maupun nir-militer, karena tidak tergantung pada dimensi jarak, ruang, dan waktu. Ancaman melalui TIK dapat masuk ke dalam dimensi ideologi, politik,ekonomi, sosial-budaya, maupun pertahanan dan keamanan. Implikasi dari ancaman TIK adalah perang informasi yang pada saat ini adalah merupakan jenis peperangan yang paling sering terjadi di berbagai penjuru dunia. Perang informasi adalah keterpaduan / sinkronisasi dari aksi virtual dan fisik yang dilakukan baik oleh negara, organisasi, maupun individu agar obyek dan tujuan yang diinginkan dapat tercapai dan terus terjaga, dimana pada sisi lain secara simultan mencegah kompetitor atau pihak lawan melakukan hal yang sama. 
Cakupan TIK dalam dimensi ancaman asimetris digolongkan menjadi  beberapa jenis ancaman, seperti : serangan terhadap infrastruktur, desepsi (pengaburan), perang elektronik, operasi psikologis. Serangan terhadap infrasturtur lebih dikenal dengan sebutan “cyber war” karena menggunakan peralatan elektronik dan komputer untuk menghancurkan atau mengganggu peralatan elektronik dan jalur komunikasi pihak yang diserang, pelaku dari “cyber war” biasa disebut dengan hacker/peretas. Desepsi termasuk kedalam bagian ancaman TIK karena merupakan usaha menyamarkan atau mengaburkan informasi dan komunikasi dengan tujuan untukn menyesatkan pihak lawan. Dari sisi pihak yang lemah, pada umumnya menggunakan desepsi sebagai alat perang dalam rangka mengukur dan meminimalisir resiko peperangan, serta berusaha untuk mengarahkan lawan agar melakukan kesalahan.
Perang elektronik merupakan ancaman TIK yang bertujuan untuk menghambat aliran informasi dengan mengganggu sinyal elektronik yang ada  pada jalur lalulintas informasi. Proses gangguan elektronis tersebut biasa di istilahkan dengan “jamming”. Operasi psikologis merupakan salah satu ancaman TIK yang menggunakan informasi untuk menguasai pemikiran manusia. Target dari operasi psikologis adalah pembentukan opini, emosi, sikap, dan perilaku dari lawan, aliansi, maupun masyarakat umum, termasuk memanipulasi persepsi. Ancaman TIK merupakan ancaman yang datang dari dunia virtual yang dapat mengancam eksistensi kehidupan di dunia nyata, actor-aktor dari dunia virtual dapat berupa individu, komunitas virtual, institusi, pasar, maupuan organisasi yang berbasis jaringan digital.
Berdasarkan data hasil laporan situasi dan kondisi internet pada kuartal ke dua tahun 2013, Indonesia berada di urutan pertama yang menyumbang serangan di dunia maya berdasarkan alamat IP yang terlacak. Dari 175 negara di dunia yang masuk dalam penelitian tersebut, 38 % serangan di dunia maya berasal dari Indonesia. Meningkat 17 % dari kuartal pertama tahun 2013, menggeser negara China yang sebelummnya menjadi TOP negara paling banyak melakukan serangan cyber. Korban dari penyerangan di dunia maya yang berasal dari Indonesia adalah perusahaan-perusahaan besar dan toko online yang kebanyakan  berada di Asia Pasifik dan Amerika

Hal yang perlu di perhatikan dalam upaya pencegahan terhadap ancaman asimetris adalah dengan memaksimalkan peran serta komunitas intelijen untuk bergerak sesuai dengan bidang keahlian masing-masing agar dapat mengoptimalkan daya tangkal dan deteksi dini terhadap ancaman yang dapat  berpotensi mengganggu kedaulatan negara dan stabilitas nasional.
Sistem pertahanan semesta yang dianut oleh NKRI mewajibkan bagi seluruh komponen bangsa untuk ikut berpartisipasi dalam usaha mempertahankan kedaulatan negara dari segala jenis ancaman yang menyertainya. Peranan masyarakat sipil pada sistem pertahanan semesta sangat berguna sebagai unsur  pelengkap / pendukung dari unsur militer yang terdefinisi sebagai komponen cadangan dan komponen pendukung. Peran fungsi nir-militer dalam menghadapi ancaman insurjensi (separatis) yang masih berpotensi untuk menjadi besar adalah dengan usaha mengenali kembali secara lebih dalam nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila, meningkatkan kebanggaan rakyat Indonesia sebagai bangsa yang bersatu dalam wadah NKRI yang berlandaskan Bhinneka Tunggal Ika. 
Bagi pemerintah indonesia usaha yang dilakukan adalah dengan memperhatian asas kesamarataan dengan mengacu kepada faktor geografi, demografi, kekayaan alam, ekonomi,  politik, dan sosial budaya yang terdapat pada setiap wilayah di indonesia, melakukan sosialisasi yang tepat guna terkait UU Otonomi Daerah kepada masyarakat untuk menciptakan kesamaan persepsi, dan bagi lingkungan  pendidikan dan masyarakat agar berusaha untuk selalu menekan budaya  primordialisme yang menjadi salah satu akar dari insrujensi / separatis / disintegrasi. Upaya fungsi nir-militer dalam pencegahan ancaman terorisme dapat  bermula dari peran serta para pemuka agama yang pada setiap syiar agama yang dilakukan untuk selalu menanamkan sifat toleransi dalam kehidupan bermasyarakat, peran aktif kewaspadaan masyarakat untuk melaporkan kepada  pihak yang berwajib aktifitas setiap individu / organisasi yang dinililai tidak sesuai dengan kultur setempat sebagai upaya deteksi dini, peran aktif pemerintah untuk memberikan pengertian kepada masyarakat terhadap isu-isu SARA yang  berkembang di dunia internasional, memperkecil komunitas masyarakat yang mendukung pola pikir terorisme, serta peran lembaga pendidikan dan masyarakat untuk bisa menekan faham etnosentrisme di indonesia. 
Pencegahan terhadap ancaman melalui teknologi informasi dan komunikasi dapat dilakukan penanaman nilai-nilai kesadaran bela negara terhadap para  penggiat dunia maya, meningkatkan kemampuan masyarakat terhadap TIK agar dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan TIK di dunia, mempercepat kemampuan daya saing teknologi untuk mengurangi ketergantungan teknologi dari negara lain, meningkatkan kesadaran pengamanan TIK di masyarakat, serta bagi pemerintah adalah dengan mendirikan divisi atau institusi keamanan cyber yang terdiri dari segenap unsur masyarakat, baik aparat hukum maupun individu-individu dari komunitas cyber yang bergerang di bidang pengamanan TIK.



Daftar Pustaka
ANdriadi Fayakhun: Demokrasi ditangan Netizen, Tantangan prospek demokrasi digital.
Syah Putra Dedi Kurnia: Komunikasi CSR Politik, Membangun Etika Dan Estetika PR Politik
Nasrullah Rusli: Teori dan Riset Media Siber
Anjar Simanjutak Dahnil: Nalar Politik Rente



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DIES NATALIS GMNI ke 66

REFLEKSI HARI LAHIR GMNI Kita harus berani mengoreksi diri dengan cara menghilangkan praktik-praktik yang mengkhianati prinsip Bhinneka...