Dewasa ini kita melihat berbagai kearifan lokal
mulai dipopulerkan sebagai bentuk sosialisasi identitas yang dikonsepsikan
dalam bentuk manivestasi budaya yang terus-menerus dikembangkan, baik melalui seminar
ilmiah, dan dipentaskan dalam bentuk pagelaran seni budaya tradisional. Pameran
yang bertaraf lokal hingga dipentaskan pada kegiatan bertaraf nasional seperti
sail Bunaken, sail Komodo, sail Banda, sail Raja Ampa dll. Semua bentuk kegitan
yang lakukan demi mempertahankan eksistensi budaya yang menjadi jati diri
setiap individu itu sendiri.
Berbagai bentuk kegiatan yang dilakukan karena
pengaruh akulturasi budaya terlalu dominan, bahkan budaya massa pun berkembang
terlalu cepat telah mereduksi keperkasaan nilai-nilai budaya lama. Artinya
budaya masa yang identik dengan rekayasa sosial terus berkembang cepat sesuai
dengan krakter jaman yang tidak bisa dihindari akibat dipopulerkan manusia
kekinian.
Komuniasi antar budaya yang bertujuan untuk
mempertukarkan makna, nilai dan simbol dari setiap individu guna dikenal
sebagai entitas budaya yang memiliki kekuatan tersendiri dari setiap kultur
yang ada, tentu memiliki nilai positif untuk dipertahankan, dilestarikan dan
dikembangkan sebagai bentuk modal sosial.
Akulturasi budaya sebenarnya memiliki makna positif
saat setiap individu mempertukarkan makana identitas kultur terhadap sesama,
namun kadang setiap individu terjebak pada penyesuaian dialetika budaya yang
berkutat pada pengadaptasian diwilayah yang didominasi oleh budaya yang populer
(kekinian), sehingga budaya lokal pun lama-kelamaan akan tergerus oleh masa
(waktu).
Bergerak dari masyarakat urban mulai dari desa ke
kota, hingga satu kota ke kota lain pun secara perlahan mereduksi nilai-nilai
budaya yang suda lama (lokal) menjadi pegangan telah perlahan-lahan akan hilang
dari perilaku setiap individu. Salah satu pengaruh terhadap pergeseran
nilai-nilai budaya lokal adalah persoalan sosial ekonomi dan politik, dari
situlah kita tahu bahwa konflik sosial akhir-akhir menjadi menjadi masalah yang
sulit diatasi, ntah pengaruh politik, sosial ekonomi dll, tapi pada intinya
dari persoalan itu kita sudah bisa tahu sejauh mana peran budaya dalam
menjembatani konflik-konflik sosial yang ada.
Adat dan budaya tidak lagi menjadi rujukan untuk
menetrasi konflik sosial, namun sekarang semua proses penyelesaian masalah
telah dilimpahkan kepada proses penegakan hukum positif yang menjadi panutan
untuk bagi setiap orang, budaya makin lemah dan tidak bisa menujukan
eksistensinya dengan baik. Bahkan tidak hanya pada persoalan konflik sosial
semata, namun juga pengikisan nilai-nilai budaya juga terjadi pada pengaruh
budaya asing, dan bisa jadi akulturasi budaya lama dengan budaya baru yang
terfregmentasi pada wilaya etika dan norma yang tidak sesuai dengan esensi
budaya lama (lokal). Ironisnya dengan mengatasnamakan simbol dan ingin
mempopulerkan budaya, namun kadang berorientasi pasar yang berlebihan, sehingga
makna dari simbol yang menjadi identitas suatu budaya kini dikomersilkan
berlebihan demi untuk mencari keuntungan dan mengabaikan etika kearifan lokal
itu sendiri.
Berangkat dari permasalahan di atas sudah dipastikan
identitas bangsa ini mulai tergusur dari paham liberalis yang mengarahkan
manusia masa kini untuk menanut budaya baru yang disebut dengan ideologi pasar
yang mengedepankan kapitalisme sebagai arah dan tujuan kehidupan sosial pada
negeri ini. Sehingga bisa dipastikan budaya sebagai jatidiri bangsa ini akan
tergadaikan oleh kekuatan kapitalisme yang berorientasi pasar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar