Senin, 11 Juni 2018

DISINTEGRASI KEBUDAYAAN


Dewasa ini kita melihat berbagai kearifan lokal mulai dipopulerkan sebagai bentuk sosialisasi identitas yang dikonsepsikan dalam bentuk manivestasi budaya yang terus-menerus dikembangkan, baik melalui seminar ilmiah, dan dipentaskan dalam bentuk pagelaran seni budaya tradisional. Pameran yang bertaraf lokal hingga dipentaskan pada kegiatan bertaraf nasional seperti sail Bunaken, sail Komodo, sail Banda, sail Raja Ampa dll. Semua bentuk kegitan yang lakukan demi mempertahankan eksistensi budaya yang menjadi jati diri setiap individu itu sendiri.
Berbagai bentuk kegiatan yang dilakukan karena pengaruh akulturasi budaya terlalu dominan, bahkan budaya massa pun berkembang terlalu cepat telah mereduksi keperkasaan nilai-nilai budaya lama. Artinya budaya masa yang identik dengan rekayasa sosial terus berkembang cepat sesuai dengan krakter jaman yang tidak bisa dihindari akibat dipopulerkan manusia kekinian.
Komuniasi antar budaya yang bertujuan untuk mempertukarkan makna, nilai dan simbol dari setiap individu guna dikenal sebagai entitas budaya yang memiliki kekuatan tersendiri dari setiap kultur yang ada, tentu memiliki nilai positif untuk dipertahankan, dilestarikan dan dikembangkan sebagai bentuk modal sosial.
Akulturasi budaya sebenarnya memiliki makna positif saat setiap individu mempertukarkan makana identitas kultur terhadap sesama, namun kadang setiap individu terjebak pada penyesuaian dialetika budaya yang berkutat pada pengadaptasian diwilayah yang didominasi oleh budaya yang populer (kekinian), sehingga budaya lokal pun lama-kelamaan akan tergerus oleh masa (waktu).
Bergerak dari masyarakat urban mulai dari desa ke kota, hingga satu kota ke kota lain pun secara perlahan mereduksi nilai-nilai budaya yang suda lama (lokal) menjadi pegangan telah perlahan-lahan akan hilang dari perilaku setiap individu. Salah satu pengaruh terhadap pergeseran nilai-nilai budaya lokal adalah persoalan sosial ekonomi dan politik, dari situlah kita tahu bahwa konflik sosial akhir-akhir menjadi menjadi masalah yang sulit diatasi, ntah pengaruh politik, sosial ekonomi dll, tapi pada intinya dari persoalan itu kita sudah bisa tahu sejauh mana peran budaya dalam menjembatani konflik-konflik sosial yang ada.
Adat dan budaya tidak lagi menjadi rujukan untuk menetrasi konflik sosial, namun sekarang semua proses penyelesaian masalah telah dilimpahkan kepada proses penegakan hukum positif yang menjadi panutan untuk bagi setiap orang, budaya makin lemah dan tidak bisa menujukan eksistensinya dengan baik. Bahkan tidak hanya pada persoalan konflik sosial semata, namun juga pengikisan nilai-nilai budaya juga terjadi pada pengaruh budaya asing, dan bisa jadi akulturasi budaya lama dengan budaya baru yang terfregmentasi pada wilaya etika dan norma yang tidak sesuai dengan esensi budaya lama (lokal). Ironisnya dengan mengatasnamakan simbol dan ingin mempopulerkan budaya, namun kadang berorientasi pasar yang berlebihan, sehingga makna dari simbol yang menjadi identitas suatu budaya kini dikomersilkan berlebihan demi untuk mencari keuntungan dan mengabaikan etika kearifan lokal itu sendiri.
Berangkat dari permasalahan di atas sudah dipastikan identitas bangsa ini mulai tergusur dari paham liberalis yang mengarahkan manusia masa kini untuk menanut budaya baru yang disebut dengan ideologi pasar yang mengedepankan kapitalisme sebagai arah dan tujuan kehidupan sosial pada negeri ini. Sehingga bisa dipastikan budaya sebagai jatidiri bangsa ini akan tergadaikan oleh kekuatan kapitalisme yang berorientasi pasar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DIES NATALIS GMNI ke 66

REFLEKSI HARI LAHIR GMNI Kita harus berani mengoreksi diri dengan cara menghilangkan praktik-praktik yang mengkhianati prinsip Bhinneka...